Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, Paryanto (jongkok) bersama Kasi Cagar Budaya dan Kesejarahan Trevita Puspita Hadi tengah serius mendengarkan penjelasan dari Ketua Tim Peneliti daru Balai Arkelogi (Balar) Yogyaarta, Masyhudi (bertopi) di lokasi Punden Mbah Gamirah, Dukuh Cacah, Desa Sukoharjo, Kecamatan Margorejo, Pati.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI-Selesai melakukan pengamatan, pencermatan , pengukuran, dan pendokumentasian struktur bangunan pelataran di lokasi Punden Mbah Gamirah, Dukuh Cacah, Desa Sukoharjo, Kecamatan Margorejo, Pati siang hinga sore tadi, Tim dari Balai Arkelogi (Balar) Yogkarta, Kamis (15/11) sekitar pukul 09.00 akan kembali lagi ke lokasi tersebut. Tim Balar yang datang ke Pati, selain ketuqa juga bersama dua anggota.
Masing-masing, Hari Wibowo sebagai pengolah data arkeologi dan Andreyas Eko Atmojo sebagai penyudsun fdokumen dan publikasi. Mereka didampingi Kabid Kebudayaan Dinads Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, Paryanto dan stafnya, Kepala Seksi (Kasi) Cagar Budaya dan Kesejarahan, Trebvita Puspita Hadi.
Selama di lokasi punden tersebut, tim lebih banyak menghimpun keterangan utamanya dari juru kunci punden, Joko berkait dengan asal-usul ditemukannya struk bangunan pelataran menggunakan material batu merah berlapis. Jika sebelumnya lapis tersebut hanya terdiri dari tiga batu merah beda ukuran, tapi warga yang sebelumnya ingin tahu kemudian melakukan penggalian lagi.
Ternyata, batu merah berlapis tersebut tidak hanya tiga melainkan sampai sepuluh sehingga hal tetsebut masih menimbulkan tanya tanya bagi warga, karena tidak ada satu pun yang bisa bercerita asal-usul struktr bangunan pelataran yang terimbun dalam tanah pada kedalaman sekitar 1 meter itu. ”Untuk besok pagi, kami akan menghadirkan beberapa warga yang umurnya sudah 80 tahun, mungkin sedikit-sedikit bisa bercerita,”kata salah seorang perangkat desa setempat, Wondo.
Padahal, katanya lagi, secara turun temurun, juru kunci punden ini sudah yang kedelapan tapi tak ada satu pun yang pernah menerima penjelasan siapa sebenarnya tokoh Mbah Gamirah, sudah barang tentu juru kunci yang sekarang, Joko. Karena itu, sebagai anak muda dia benar-benar penasaran dan bahkan dia juga akan mencoba menghubungi seorang warga yang sudah tua.
Orang yang bersangkutan selama ini sudah menetapo di Pulau Buru sebagai transmigrans, tapi putranyq ada di sini. ”Mengingat hal tersebut, untuk mengetahui apa sebenarnya bangunan pelataran dan ada juga seperti struk pagar tepi dari bahan material yang sama, tapi cara merekatkannya menggunakan tanah liat.”
Sedangkan juru kunci, Joko setelah melihat pelataran dari batu merah tersebut berlapis hingga sepuluh dia mengandaikan, besar kemungkinan pembuatannya dilakukan putra-putri atau bahkan cucu Mbah Gamirah. ”Apalagi bagian paling atas material batu merahnya berbeda ukuran dengan batu merah di bawahnya, sedikit lebih kecil.”
Ditanya berkait dengan temuan tersebut, Ketua Tim Peniliti Balar Yogyakarta, Masyhudi mengatakan, dari pengamatan sementara pihaknya belum menemukan adanya tanda-tanda bahwa di lokasi tersebut terdapat makam kuna. ”Jika melihat meterial batu merah yang digunakan, secara fisik itu sekitar abad ke-XIX,”katanya.(sn)