Pohon kok Banyak Burungnya, Ya (Sebuah Catatan)

Pramuka Penggalang putri dan putra yang berpangkalan di Gugus Depan (Gudep) SD Sidokerto, Kecamatan Pati saat bergabung dengan Komunitas Bukan Kata-kata, untuk menanam pohon peneduh di halaman belakang Stadion Joyo Kusumo Pati.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM  SEBUAH pertanyaan jujur dan lugu terlontar secara spontan darui salah seorang Pramuka Penggalang putri dari Gugus Depan (Gudep) yang berpangkalan di SD Sidokerto, Kecamatan Kota Pati. Tadi pagi, lebih dari 60 anak atau 6 regu mereka bergabung dengan ”Komunitas Bukan Kata-kata” yang bersama-sama menanam pohon peneduh di halaman belakang Stadion Joyo Kusumo.
Dalam komunitas tersebut selain tedapat Forum Wartawan Pati (FWP) juga ada dari anggota TNI jajaran Kodim 0718 Pati, FKPPI, DPUTR, dan Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PKL) Alun-alun Simpanglima Pati. Hal itu sebagai awal gerakan peduli lingkungan yang akan segera disusul dengan gerakan sama, di lokasi lain.
Kembali ke pertanyaan lugu yang cukup menggelitik, karena anggota Pramuka yang bersangkutan barang kali baru kali pertama berada di alam terbuka, di mana terdapat pepohonan yang sudah tumbuh di halaman belakang pusat olahraga tersebut.Ddngan demikian, ketika melihat di pepohonan banyak burung-burung kecil yang hinggap, dan ada pula yang beterbangan ke sana kemari.
Ternyata hal itu merupakan pengalaman tersendiri, karena kesan jujur yang didapatkan mereka bahwa alam lingkungan dengan pepohonan, dan satwa jenis unggas yang hidup bebas ternyata menjadi bahan ketika yang bersangkutan berada di alam terbuka. Dengan kata lain, kendati hanya bisa sekadar melihat sepintas tentang burung-burung kecil, kekritisannya untuk melontarkan pertanyaan justru mempunyai bobot nilai permasalahan paling besar.
Maksudnya, bahwa manusia sekarang ini yang sudah dewasa dan pasti lebih panjang daya penalarannya justru abai terhadap karunia dan kekayaan di lingkungannya. Yakni, burung-burung kecil yang terbang mencicit ke sana ke mari, justru memberikan pemandangan alam yang lain dari pada yang lain.
Akan tetapi sayangnya, orang-orang dewasa justru tanoa sadar merusaknya karena setiap satu lokasi terdapat habitat satwa tak mempunyai nilai jual, kemudian diburu dengan menggunakan senjata angin. Akibatnya satu per satu satwa itu pun mulai menghilang, dan akhirnya punah sehingga dampaknya sudah pasti tidak terjaganya keseimbangan alam.
Karena itu, sekarang ini kita tidak bisa melihat lagi satwa jenis unggas berupa burung-burung yang terbang bebas di alam terbuka, melainkan kita hanya bisa melihat burung-burung bernilai eknomi tinggi itu berada dalam sangkar ”emas” para pemeliharanya. Sebab, itu memang sudah menjadi komuditas yang menghasilkan.
Apalagi, jika burung-burung itu dikelompokkan berkelas-kelas oleh komunitas yang menyelenggarakan kompetisi kicau-kicauan, membuat burung tersebut mempunyai nilai nominal paling mahal. Karena itu yang menjawab lontaran pertanyaan anggota Pramuka tersebut, adalah guru/pembina yang mendampinginya dalam kegiatan menanam pohon bersama.
Itulah salah satu bagian dari ekosistem di alam terbuka, di mana burung hinggap atau bersarang di pohon-pohon, karena di pohon mereka bisa hidup dan mencari makan dari ulat atau semut hidup di tempat tersebut. Kemudian salah seorang anggota FWP yang paham tentang bercocok tanam, dan mendengar pertanyaan tadi pu  menjawab dengan jawaban sederhada pula.
”Jika demikian, marilah kita terus giat menanam pohon agar alam dan lingkungan ini selalu terjaga. Karena itu, burung-burung yang hinggap dan mencari makan di pohon tersebut biarlah menjaga kelengsungan kehidupannya di alam terbuka, tidak di sangkar-sangkar ”emas” para pemeliharanya.(Ki Samin)
Previous post Bapemperda Harus Mendrop Pasal dalam Perubahan Tatib DPRD Pati
Next post Panitia Pilkades Tidak Menerima Bantuan Biaya Penyelenggaraan dari Pihak Ketiga

Tinggalkan Balasan

Social profiles