Asam di Gunung, Garam di Laut: Sebuah Catatan

DUA orang dengan latar belakang ibarat asam di gunung dan garam di laut akhirnya bertemu dalam belanga sebuah budaya leluhur peninggalan suku bangsa Tionghoa, yaitu perayaan menyambut Tahun Baru Imlek oleh Klenteng Hok Tik Bio Pati. Selama ini keduanya tak pernah bosan-bosannya mengajak agar setiap umat untuk merajut kebersamaan, apa pun latar belakang perbedaannya.

Karena itu, mengutip ungkapan yang pernah disampaikan dalam setiap kesempatan oleh yang bersangkutan, ”Jika ada pihak-pihak yang mau menghargai upaya absurditas tentang perbedaan maka kepada Pak Eddy Siswanto penghargaan itu diberikan, tapi orang tersebut tak pernah berharap mendapat penghargaan dari mana pun dan dari siapa pun,”ungkap Kiai Happy Irianto.

Sebaliknya, kata Eddy Siswanto, melalui komunitas Gusdurian yang selalu mengajak untuk menyapa bangsa di taman hati republik ini, adalah berkat gagasan dan upaya terus menerus oleh Kiai Happy Irianto. Salah satu media untuk menyapa dan merajut kebersamaan tersebut adalah melalui budaya, maka dipilihlah salah satu budaya tersebut dari peninggalan suku bangsa minoritas, yaitu leluhurnya suku bangsa Tionghoa.

Upaya tersebut pada awalnya harus dilakukan sendirian di Tahun 1990-an, ketika oleh pengurus Klenteng Hok Tik Bio pendahulunya dia dilibatkan untuk ikut mengurus bangunan budaya yang sebelumnya selalu dianggap sebagai tempat ibadah. ”Hal itu memang pemahaman kurang tepat karena klenteng mempunyai budaya leluhur kita melakukan ritual sebagaimana budaya suku bangsa lain,”ujaranya.

Dengan demikian, katanya lagi, ritual seperti dalam imlek bukanlah ritual keagamaan yang sekarang masyarakat sedikit demi sedikit mulai memahaminya setelah tiap tahun menyambut Tahun Baru Imlek selalu dilakukan. Jika sekarang parayaannya semakin mendapat perhatian dari kalangan  masyarakat luas, hal itu tak lepas dari peran serta patnernya, Kiai Happy Irianto.

Dalam ikut menyambut datangnya Tahun Baru Imlek, sekarang masyarakat sudah mulai terbiasa berkunjung ke Klenteng Hok Tik Bio, di Kompleks Pecinan, kendati hanya untuk berfoto bersama teman, kerabat, dan keluarga dengan latar belakang benda-benda klenteng yang di pajang di serambi. ”Untuk menyambut Tahun Baru Imlek yang ber-shio Tikus Logam tersebut, kami juga memajang Lian Kio Dewa Bumi,”imbuh Eddy Siswanto.

Secara terpisah, Kiai Happy Irianto menegaskan, pihaknya akan selalu mengajak dalam tiap kesempatan agar semua umat anak bangsa ini bisa saling memahami dan menghargai apa itu perbedaan. Sebab, perbedaan dengan segala bentuk latar belakanganya itu merupakan suatu karunia yang hakiki dari-Nya, tapi mengapa kita tidak mensyukuri justru menciptakan jurang pertentangan untuk sesuatu karunia yang berbeda tersebut.

Sebab, jika kita harus berbeda agama hal itu jelas soal keyakinan yang tidak ada hubungan antarsesama individu satu dengan lainnya karena semua urusan tersebut menjadi tanggung jawab yang bersangkutan dengan-Nya. ”Karena itu melalui pendektan budaya seperti dalam perayaan imlek ini, pemahaman tentang perbedaan apa pun dipahami sebagai karunia pemberian dari Allah SWT,”tandas Kiai Happy Irianto.(Ki Samin)

Previous post Tahapan Seleksi Pendaftaran Tenaga Ahli non PNS
Next post Penutup MCB Pada Tiang PJU JLS Pati Banyak yang Hilang

Tinggalkan Balasan

Social profiles