SAMIN-NEWS.com Jika sejak Sabtu (28/3) pekan lalu orang dari daerah lain ”terlanjur basah” menempelkan cap/merk bahwa Pati sebagai zona merah Corona (Covid-19), rasanya untuk menghapus itu sampai saat ini tidak semudah ”sekalian mandi” sekali. Padahal Bupati Haryanto sejak Minggu (29/3) terus gencar menepis keras hal tersebut, dan hingga Selasa (31/3) kemarin juga terus menyampaikan kondisi terkini di daerahnya.
Di antaranya adalah perkembangan penanganan pasien dalam pengawasan (PDP) yang hanya tinggal dua orang, dan kini dirawat di RSUD RAA Soewondo Pati. Sedangkan orang dalam pemantauan (ODP) semula sebanyak 520 orang, tapi yang sudah tertangani sebanyak 399 orang sehingga sisanya tinggal 121 orang.
Selebihnya Bupati juga menyebutkan bahwa berdasarkan website Virus Corona Jawa Tengah, posisi Kabupaten Pati berada pada zona kuning. Kendati penegasan itu sudah disebarluaskan ke media sosial atau diunggah oleh media online dan dimuat/tayang dimedia menstrim lainnya, baik itu koran cetak maupun televisi tapi juga belum mampu menepis anggapan masyarakat luas bahwa Pati berada dalam posisi zona merah Corona.
Hal itu tak berbeda, entah siapa yang menetapkan Desa Puri, Ngarus, dan Kampung Saliyan, Kelurahan Pati Lor, semua dalam Kecamatan Kota Pati sebagai zona merah korona. Hal itu terjadi sejak Sabtu (28/3) pagi-pagi sekali, menyusul merebaknya berita meninggalnya pejabat publik, anggota Komisi IX DPR RI yang asal Kampung Saliyan, Kelurahan Pati Lor, Kecamatan Kota Pati sampai dampaknya akses beberapa jalan di kampung itu ditutup.
Dampak kabar bahwa pejabat publik yang meninggal itu disebut-sebut positif terpapar Corona, maka sempat memunculkan kecemasan di kalangan masyarakat setempat yang menyebar luas hingga ke daerah lain. Sampai muncul hal-hal negatif, masyarakat dari daerah lain jangan memasuki Pati yang sudah dalam status zona merah Corona, dan penyebutan status itulah ibarat Pati sudah terlanjur basah harus menerima cap terpahit sebagai mimpi buruk.
Sebab, sampai daerah lain yang berbatasan di sisi barat Kabupaten Pati, yaitu Kabupaten Jepara dan Kudus, sekda masing-masing kabupaten yang bersangkutan membuat surat edaran (SE) yang hampir serupa. Hal itu didasarkan kekhawatiran terjadinya penyebaran virus Corona ke daerah mereka, sehingga sampai-sampai perusahaan atau dunia usaha di daerah itu untuk sementara tidak memperbolehkan karyawannya yang berasal dari Kabupaten Pati melakukan perjalanan ke tempat kerja di wilayah Kabupaten Jepara.
Para karyawan itu diharap tetap tinggal di Kabupaten Pati sebagai SOP pencegahan Coviod-19, jika di suatu wilayah ada positif Covid-19 dan terdata sebelumnya melakukan kontak dengan orang lain, maka untuk mencegah penyebaran Coviod-19 perlu dilakukan ”Social Distancing” dan isolasi mandiri untuk 14 hari ke depan. Selain itu mereka juga diharapkan segera melapor ke Puskesmas atau rumah sakit (RS) terdekat jika merasakan suhu badan tinggi, batuk dan sesak nafas.
Bagi karyawan asal Kabupaten Pati yang satu minggu terakhir tidak melakukan perjalanan ke Kabupaten Pati diharap untuk tidak pulang ke Kabupaten Pati, untuk sementara waktu sampai dengan masa isolasi mandiri dan tetap bekerja sebagaimana biasanya. Sedangkan karyawan asal Kabupaten pati yang dalam satu minggu terakhir melakukan perjalanan ke Kabupaten Pati dan sudah berada di wilayah Kabupaten Jepara, diimbau untuk isolasi mandiri dan memeriksakan diri ke Puskesmas atau ke rumah sakit (RS).
Langkah kabupaten tetangga, baik Kabupaten Jepara dan Kudus yang sudah sejauh itu karena semata-mata demi menyelamatkan warganya agar jangan sampai menjadi sasaran penyebaran Corona. Sehingga munculnya penyebutan zona merah Corona di Pati yang tidak jelas dari mana sumbernya memang sudah tak bisa dibendung, terutama sebelum orang yang meninggal dan disebut-sebut melakukan interaksi langsung dengan pengunjung di Pasar Puri benar-benar menjadi momok bagi daerah lain.