SAMIN-NEWS.com PATI (SN) – Sekitar sepekan lalu perempuan pekerja seks komersial (PSK) yang masih ”tertinggal” (tidak pulang-red) di kompleks Lorong Indah (LI) Desa/Kecamatan Margorejo, Pati, hanya sekitar 60 orang. Mereka hampir seluruhnya berasal dari luar Propinsi Jawa Tengah, sehingga ada yang dari Bandung, Malang, dan bahkan dari luar Jawa seperti Lampung maupun Bengkulu.
Akan tetapi saat ini, jumlah mereka ratusan orang kembali masuk dan mangkal di kompleks tersebut, dan ketika ditanya alasannya rata-rata hampir sama. Yakni, ketika sudah kembali di tempat tinggalnya oleh lingkungannya ditolak, sehingga pihak pemerintahan desa pun harus turun tangan untuk sementara ini tidak bisa menerima kehadiran/kepulangan mereka, di tengah-tengah merebaknya penyebaran virus Corona (Covid-19).
Bahkan, kata Ketua RT warga di kompleks tersebut, Mastur, ada kejadian cukup ironis dialami salah seorang perempuan yang berasal dari Rembang. Selain desa dan lingkungannya menolak kepeluangannya, sikap keluarga perempuan yang bersangkutan tak jauh berbeda, dan bisa disebut lebih ektrem lagi, karena perempuan itu tidak boleh tidur di kamar yang ada dalam rumah.
Dengan demikian, dia diminta keluarganya untuk tidur di dapur sehingga perlakuan keluarga seperti itu benar-benar membuatnya terpukul. ”Padahal yang bersangkutan masih tetap segar bugar, dan belum ada pernyatan resmi dari pemerintah desa bahwa dia adalah orang dalam pemantauan (ODP),”ujarnya.
Masih menurut Mastur dari penuturan perempuan warganya tersebut, karena perlakuan yang dinilai keterlaluan yang bersangkutan terpaksa harus kembali meninggalkan rumah dan keluarganya mencari ke mana tempat atau ada kompleks yang masih buka. Hal itu termasuk mengunjungi beberapa temannya yang bisa dihubungi, agar bisa bekerja kembali dan bertempat tinggal selama penyebaran virus Corona tersebut.
Karena sudah menghadapi jalan buntu, akhirnya pilihannya tak lain kembali ke LI yang ternyata sudah banyak teman-temannya kembali ke kompleks ini. Sebab, di sini mereka lebih aman dalam arti tetap berdiam di rumah, baik ada pengunjung atau tidak untuk kebutuhan makan sehari-hari semua menjadi tanggung jawab induk semangnya.
Apalagi, sejak maraknya penyebaran virus Corona dan penghuni kompleks diharuskan pulang ke desa masing-masing banyak di antara mereka mengalami penolakan dari lingkungan karena sebagai orang yang baru pulang dari bepergian. Akan tetapi ketika mereka kembali ke kompleks suasana masih tetap dalam kondisi sepi, karena jumlah pengunjung hanya tinggal sekitar 30 persen, dan itu pun kebanyakan pada siang hingga sore hari.
Dalam kondisi seperti itu petugas patroli gabungan pun melakukan pengecekan, maka pihaknya hanya bisa menyampaikan permasalahan yang dihadapi warga penghuni kompleks, dan hal tersebut bukan mengada-ada tapi kondisinya memang demikian. ”Jika kami juga ikut-ikutan menolak mereka, risikonya kalau mereka banyak berada di luaran justru menjadi tidak terkendali sehingga risiko tertularnya virus tersebut tak bisa dihindari,”tandas Mastur.