Agung Widodo; Perda Tentang Hari Jadi Kabupaten Pati Hanya Bisa DIrevisi

Direktur LBH Bakti Anak Negeri, Agung Widodo.(Foto:SN/aed)

SAMIN-NEWS.COM PATI – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bakti Anak Negeri Jawa Tengah, di Pati, Agung Widodo sejak dini mengingatkan kepada semua pihak yang selama ini menjadi pemerhati sejarah Hari Jadi Kabupaten Pati maupun dalam cakupan lebih luas adalah sejarah Pati. Har tersebut termasuk mereka yang bergabung dalam Yayasan Arga Kencana, agar lebih cermat  dalam menentukan sikap.
Jika hendak membawa Peraturan Daerah (Perda) No 2 Tahun 1994, tanggal 31 Mei 1994 tentang Sejarah Hari Jadi Kabupaten Pati untuk beraudensi dengan DPRD setemat, langkah itu dinilai sudah tepat. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa sejarah yang disusun oleh tim, tapi oleh mereka dinilai tidak sesuai fakta berkait dengan Prasasti Tuhanaru.
Mengingat perda tersebut disusun sudah lama, dan ditetapkan oleh DPRD setempat sehingga menjadi acuan dalam penyusunan dan penetapan  sejarahnya, ternyata selama ini tidak banyak pihak yang komplain, karena merasa dirugikan. Dengan demikian, jika ada pemahaman perda tersebut bisa digugat secara hukum, jelas tidak bisa.
Karena itu, pihaknya mencoba memberikan pemahaman dalam mencari jalan pemecahan dengan menyarankan, upaya membawa permasalahan itu melalui forum audensi. ”Dengan demikian, maka pihak DPRD maupun eksekutif pun sebenarnya tidak bisa mengelak,”ujarnya.
Akan tetapi, katanya lagi, jika pihak pemerintah kabupaten (pemkab) tidak bersedia, maka ada langkah  yang bisa dilakukan warga. Yakni, melakukan class action, dan dampaknya tetap menjadi preseden buruk, karena masalah itu sebenarnya hanya membutuhkan kesempatan bertemu bersama untuk mencari titik temu agar perbedaan tafsir kesejarahan di Pati tidak semakin berkepanjangan.
Sebab, masing-masing pihak bisa memposisikan secara subjektif dalam atas pembenaran sesuai apa yang diyakini. Jika masalah itu sampai terjadi, maka sampai kapan pun perbedaan tafsir tentang kebenaran sejarah Hari Jadi Pati maupun sejarah Pati tidak akan pernah tuntas, sehingga hal tersebut bisa setiap saat muncul ke permukaan sebagai bola liar.
Demikian pula, jika pemerintah kabupaten Pati tidak ada kemauan untuk bertemu dalam satu meja membahas hal  itu, maka pihak pemerhati sejarah harus konsekuen. Maksudnya, tapi untuk terus melakukan kajian-kajian tertentu diwajibkan dengan akibat biaya yang timbul arus ditanggung oleh mereka sendiri.
Untuk memenuhi keperluan tersebut, maka mereka harus opor bebek , yaitu untuk biaya yang timbul harus ditanggung sendiri ”Dengan demikian, mereka benar-benar konsekuen untuk mengupas tuntas perbedaan kesejarahan di Pati, meskipun hasil yang dicapai nanti hanyalah sebuah catatan, tinggal siapa yang mulai sekarang bersedia membiayai?”tanya Agung Widodo.(sn)
Previous post Sikap Arga Kencana dan Prasasti Tuhanaru; Menelisik Balik Sejarah Hari Jadi Pati
Next post Ketikan Nama Pejabat Majapahit Tidak Sesuai yang Tercatat di Prasasti Tuhanaru

Tinggalkan Balasan

Social profiles