Sikap Arga Kencana dan Prasasti Tuhanaru; Menelisik Balik Sejarah Hari Jadi Pati

Jagong Sejarah di Kelenteng Hok Tik Bio Pati bersama Yayasan Arga Kencana (Foto:SN/aed) 


SAMIN-NEWS.COM  PATI-Merujuk kembali PrasastiTuhanaru dan sikap para pemerhati Sejarah Hari Jadi Pati, terutama mereka yang tergabung dalam Yayasan Arga Kencana, tampaknya akan sulit untuk mempertemukan kesepahaman. Dengan demikian, harus ada kesepahaman untuk merekonstruksi sejarah tersebut yang niat utamanya adalah menghapus bersih kebohongan-kebohongan sejarah yang meracuni anak-cucu.
Karena itu, ketua yayasan yang bersangkutan, Aan bersama kelompoknya yang selama ini menelisik kembali sejarah tersebut, di antaranya Djoko Wahyono maupun H Sugiono dan masih banyak lainnya, sudah lama menyiapkan materi dan literasi kesejarahan tersebut. Ha itu untuk menjawab jika upaya permintaan audensi nanti diterima oleh jajaran legislatif yang membidangi.
Jika tidak, kata Aan, pihaknya terpaksa menyiapkan upaya untuk membawa masalah Sejarah Hari Jadi Pati itu ke dalam ranah hukum. Hal itu semata-mata, agar pihak yang berkompeten yaitu pemerintah kabupaten (pemkab) harus mempunyai kemauan dan keberanian menghentikan kebohongan-kebohongan sejarah yang justru sudah disahkan dalam perda.
Padahal, Tim Penyusun Sejarah Hari Jadi tersebut yang dibentuk Tahun 1994 itu dinilai tidak memahami betul akan bunyi maupun isi yang tertera dalam Prasasti Tuhanaru. Sehingga menyebutkan tentang adanya kehadiran Adipati Pati Tombronegoro di Majapahit yang ditulis dalam prasasti tersebut oleh Raja bergelar Prabu Jayanegara (1323), di Desa Sidateka.
Akan tetapi jika diteliti dan diamati seksama, Prasasti Tuhanaru yang teks aslinya dicantumkan dalam lampiran 1, halaman 58-67, dan terjemahannya pada lampiran 2 halaman 68-71 pada buku Sejarah Hari Jadi Kabupaten Pati Tahun 1994 oleh tim penyusun, ternyata sama sekali tidak tercantum nama Adipapati Tombronegoro dalam prasasti tersebut. ”Dalam buku itu bahwa prasasti itu mencatat nama sejumlah pejabat Kerajaan Majapahit,”ujarnya.
Mereka hadir dalam penutupan Prasasti Tuhanaru, masih kata dia, memang ada dua orang pejabat yang memakai nama atau gelar yang berediom Pati. Yakni, Sang Wredhamantri Sang Aryya Patipti Pu Kapat.(untuk teks aslinya, yaitu San Matri Wreddhengtajna San Aryya Ptipati Pu Kapat) dan Sang Aryya Jayapati Pu Pamor (San Aryya Jayapati Pu Pamor).
Pertanyaannya, apakah Tim Penyusun Sejarah Hari Jadi Kabupaten Pati, waktu itu dengan mudahnya menyimpulkan atau memutuskan, bahwa satu dari dua nama tersebut sebagai Adipati Tambronegoro. Jika memang benar demikian, betapa ironisnya, karena sejarah panjang berdarah-darah untuk wilayah bernama Pati, hanya dengan mudahnya dicatat berdasarkan kira-kira oleh sebuah tim yang waktu itu hanya berjumlah 9 orang.
Besar kemungkinan hal itu memang benar, karena dalam memutus penentuan hari berdirinya kabupaten ini, jika mengutip penjelasan H Sogiono yang waktu itu kedudukannya sebagai Wakil Ketua DPRD Pati yang nggedog  pengesahan perda hari jadi juga menggunakan dsistim voting. Dengan demikian, kesimpulan pihaknya benar-benar sangat ironis karena ada catatan sejarah kebohongan yang diputuskan dengan kesepakatan.
Karena itu, jika logika berpikir yang digunakan tim penyusun hanya dalam prasasti itu ada nama Pati, sehingga dianggap sebagai Adipati, kemudian apakah semua Adipati dan Senopati berasal dari Pati. Memang ada nama Pati yang digunakan sebagai nama Adipati, yaitu Pragola Pati, tapi ada nama teman-teman yang juga cukup dikenal sebagai seniman dan budayawan yang menggunakan nama Pati.
Di antaranya, Nadjib Kertapati (penulis), Akhlis Suryapati (sutradara film)dan Anis Saleh Ba’asin Pati (Budayawan). ”Teman-teman kami itu semua memang asalanya dari Pati,”katanya.(sn-bersambung)
Previous post Jelang Kampanye Pamilu 2019; Desmon Hastiono Berkiprah
Next post Agung Widodo; Perda Tentang Hari Jadi Kabupaten Pati Hanya Bisa DIrevisi

Tinggalkan Balasan

Social profiles