Kapolres Pati AKBP Uri Nartanti Istiwidayati berada di tengah-tengah prosesi kirab Nyi Ageng Ngerang yang menempuh perjalanan lebih dari 1,5 kilometer dari Balai Desa/Kecamatan Tambakromo ke Makam Nyi Ageng Ngerang, di Dukuh Ngerang desa setempat kemarin. Kapolres juga memotong tumpeng sebagai rangkaian prosesi tersebut , di Paseban makam itu.(FotoSN/dok)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Sebagai pemangku kepentingan umum utamanya di bidang kamtibmas, maka bagian yang harus dipahami salah satu di antaranya tentu adat-istiadat serta budaya lokal masyarakat setempat. Khusus yang disebut terakhir jumlah mencapai ratusan, dan ragamanya pun beraneka.
Dari sisi aspek budaya tersebut masyarakat mempunyai dinamika, dan sampai sekarang masih banyak pula yang berupaya untuk mepertahankannya, meskipun ada pula di antara yang lainnya justru abai. Padahal itu merupakan bagian dan bentuk tradisi budaya lokal, dan sekarang oleh pemerintah sudah dijamin dengan UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Menyadari akan hal itu, Kapolres Pati, AKBP Uri Nartanti Istiwidayati benar-benar merasa bahwa hal itu menjadi bagian tugas bidang kamtibmas yang tak terpisahkan dari tugas dan tanggung jawab kalangan jajarannya. Dengan kata lain, hal itu merupakan bentuk pemahaman atas karakter masyarakat yang harus benar-benar dipahami secara proporsional.
Dengan memberikan ruang kesempatan kepada tradisi budaya lokal, seperti prosesi kirab rangkaian haul (peringatan meninggalnya) Nyi Ageng Ngerang, di Dukuh Ngerang, Desa/Kecamatan Tambakromo, Pati tiap tanggal 1 Muharram yang dikemas dalam ritual tradisi masyarakat setempat, pihaknya merasa perlu untuk hadir di tengah-tengah mereka. Hal itu pun bukan hanya sekadar diagendakan di papan agenda kegiatan yang sudah barang tentu cukup padat.
Akan tetapi yang bersangkutan terjun langsung di lapangan, dan bahkan ikut berada di di tengah-tengah rombongan masyarakat yang melaksanakan prosesi tersebut. Bahkan untuk keperluan itu meskpun harus ikut berjalan dengan menempuh perjalanan lebih dari 1,5 kilometer, Kapolres benar-benar berada dalam barisan rombongan itu.
Tentang siapa sebenarnya sosok Nyi Ageng Ngerang tersebut, Redaksi Samin News (SN) mencatat bahwa nama asli sejak kecil adalah Siti Rohmah yang juga disebut-sebut Rara Kasihan, penyebar agama Islam kawasan Pati selatan, utamanya di sepanjang kawasan Pegunungan Kendeng utara. Karena bersuamikan Ki Ageng Ngerang I, maka sebutannya pun Nyi Ageng Ngerang.
Lahir pada masa abad XV atau sekitar Tahun 1478 dan ketika masih berada di Juwana sebagai istri Ki Ageng Ngerang I, mempunyai nama lain, yaitu Nyi Juminah. Nyi Ageng Ngerang ini disebutkan pula lahir sebagai salah satu keturunan Raja Majapahit terakhir, Brawijaya V atau Bre Kertabumi, dan sebagai ayahnya adalah Raden Bondan Kejawan atau Lembu Peteng.
Sedangkan Ki Ageng Ngerang I adalah putra Ki Ageng Jabung yang tak lain sebagai trah Sunan Ngudung, ayah dari Sunan Kudus. Di sisi lain, Nyi Ageng Ngerang mempunyai menantu yang tak lain adalah keponakannya sendiri, yaitu Ki Ageng Sela karena menikah dengan putrinya Rara Kinasih.
Untuk Ki Ageng Sela sendiri, adalah putra dari KI Ageng Getas Pendawa, dan putra keduanya Ki Ageng Ngerang II. Ki Ageng Ngerang II berputra Ngerang III, IV, V, dan yang terakhir Pangeran Kali Jenar. Ki Ageng Ngerang III yang menikah dengan Rara Panengah, putri Kanjeng Sunan Kalijaga menurunkan Ki Ageng Penjawi dan Rara Jenar.
Di tangan Ki Ageng Penjawi maka Pati mempunyai tata pemerintahan yang sebenarnya merupakan cikal bakal sistem pemerintahan Kadipaten Pati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi mempunyai dua anak, satu Waskita Jawi yang dipersuntng Ratu Mataram pertama, Panembahan Senopati dengan gelar Rayi Ratu Emas Pati, dan kedua adalah Wasis Joyokusuma yang akhirnya menjadi Adipati Pati.(sn)