SAMIN-NEWS,COM MALANG tak bisa ditolak dan mujur pun tak bisa diraih, itulah musibah yang seharusnya bagi siapa saja untuk selalu bersandar pada realitas setelah semua itu terjadi, dan bisa terjadi serta menimpa siapa saja. Karena itu, setiap siapa saja yang merasa malang maupun mujur, hendaknya mengembalikan kesadaran pada hukum realitas.
Sebab, hukum tersebut tak pernah ingkar atas apa yang diperbuat oleh manusia karena hal itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hukum sebab akibat. Dengan demikian, kita tak perlu tercengang maupun bertanya-tanya mengapa di Juwana beberapa tahun terakhir ini sering terjadi musibah terbakarnya kapal motor (KM) penangkap ikan.
Sepintas kita akan berargumentasi, karena banyaknya kapal yang sandar berderet-deret di sepanjang alur Kali Juwana . Akibat kelalaian manusia, maka pembenaran atas hal itu tak bisa ditolak oleh akal sehat dengan alasan pula, bahwa manusia itu adalah tempat bersemayamnya kesalahan maupun kekurangannya.
Padahal, dalam kurun waktu tertentu bagi warga yang menggantungkan sumber kehidupannya dari hasil laut secara periodik juga melalukan persembahan atas sumber kehidupan dari laut. Karena itu setiap satu tahun sekali di bulan Syawal pun berlangsungnya acara sedekah laut dengan pernik-pernik sesaji sebagai bentuk dan ungkapan rasa syukur tersebut.
Hanya yang mejadi pertanyaan, barang kali antara ungkapan rasa syukur itu antara tuntutan dan kebutuhan iitu tidak seimbang. Maksudnya, dari pengalaman secara turun temurun sedekah laut ritualnya selalu sama, tak pernah berbeda kecuali bagian-bagian yang harus menyesuaikan dengan kondisi serta perkembangan peradaban sekarang.
Akan tetapi para leluhur nelayan kendati pada masanya alat-alat tangkap tidak semodern sekarang, berapa pun hasilnya selalu diikuti dengan rasa syukur yang tulus. Sehingga dalam satu tahun sekali, maka ungkapan rasa syukur tersebut diwujudkan dalam persembahan berupa ritual sedekah laut yang masih dipertahankan sehingga tetap berlanjut hingga sekarang.
Di era melenial ini, bukan berarti hal itu tidak dilakukian secara maksimal, dan bahkan diikuti dengan pemberian anak yatim-piatu, kaum duafa, pengajian, dan khusus nelayan Bendar, Kecamatan Juwana, Pati juga melangsungkan ritgual haul di makam Mbah Lodang Datuk di Pulau Seprapat. Sosok tokoh yang satu ini, dikenal sebagai maha guru para tokoh lain pada masanya.
Salah satu murid kinasihnya, tentu Joko Pilang yang nama lainnya adalah Maling Kopo salah satu putra Maling Pakuwon. Akan tetapi di sisi lain dari perayaan sedekah laut dan juga diikuti dengan halal bihalal, maraknya hiburan bertarif mahal pun menjadi bagian yang tak terpisahkan, yaitu pergelaran musik dangdut.
Dalam kesempatan ini sudah bisa dipastikan, warga pun berhibur diri dengan berjoget dan menyawer para biduan maupun penyanyinya dengan nominal yang tak terhitung. Mungkin bagian rasa syukur dalam bentuk inilah yang harus menjadi perenungan bersama, sehingga menjadi titik tolak untuk penyadaran diri bahwa secara budaya hal itu bukan hal yang memberikan berkah melainkan sebaliknya sebagaimana kata pepatah, malang yang tak bisa ditolak sehingga mujur pun tak bisa diraih.
Semoga tidak demikian adanya.(Ki Samin)