Pasangan Komedian Konyik Konyil Tertarik Mengunjungi Kampus Kehidupan TPA

Di atas gubuk Kampus Kehidupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Desa Sukoharjo, Kecamatan Margorejo, Pati, pasangan komedian Konyik-Konyil menikmati suasana kehidupan tanpa beban.(Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM  PATI – Bagi warga Pati yang selama ini menjadikan seni pertunjukan ketoprak sebagai hiburan, tentu tidak asing pasangan komedian Konyik-Konyil. Terlalu lama berkecimpunya yang bersangkutan sebagai penghibur, ternyata masih ada sisi kehidupan lain yang sampai saat ini masih menjadi pencarian, yaitu bagaimana bisa menghadapi kehidupan tanpa harus menganggap permasalahan itu sebagai beban.
Karena itu, upaya mencoba mengkemas komedian sebagai dakwah pun dilakukan karena untuk menghindarkan tawaran menjadi penghibur di panggung pertunjukan juga belum bisa ditinggalkan secara total. Hal itu, tak bisa dihindari karena masyarakat masih banyak yang membutuhkan kehadirannya sebagai penghibur, sehingga order untuk kesenian tradisional itu pun masih tetap diterima.
Di panggung hiburan tersebut, katanya ketika berkunjung di Kampus Kehidupan TPA,  dia sering tampil bersama Grup Ketoprak Laras Budoyo. Akan tetapi beberapa tahun terakhir ini, dia bersama pangannya Konyil sering mendapat order untuk tampil di acara pengajian, ternyata masyarakat yang hadir dalam kegiatan keagamaan itu juga bisa menerima materi yang disampaikan.
Padahal, dia bukan berangkat dari latar belakang seorang kiai atau ahli agama yang mempunyai banyak bekal ilmu agama. ”Pada awalnya kami hanya berangkat berdasarkan pemahaman, bahwa prinsip dakwah itu adalah mengajak kepada siapa saja untuk berbanyak-banyak berbuat kebajikan di jalan Allah SWT,”ujarnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, masih kata dia, mengapa masyarakat memberi kepercayaan kepadanya untuk melakukan ajakan berbuat baik. Sebab, pada dasarnya penyampaian dakwah materi utama dan tujuannya memang itu, sehingga yang harus dilakukan bukan hanya sekadar dalam pemahaman sempit bahwa tidak pada tempatnya jika seorang komedian ikut-ikutan ambil bagian berdakwah.
Hal itu membuktikan bahwa masyarakat menganggap dan merasa cocok, karena bisa menerima ajakan berbuat baik dengan cara dan kemampuan yang dimiliki, yaitu melalui bentuk-bentuk komidi yang menghibur. Akan tetapi, prinsip dalam berdakwah tentu tdak bisa dikatagorikan, hal yang sama dengan dagelan.
Terlepas dari hal tersebut, maka dalam memaknai hidup agar bisa berada di jalan kebaikan itu pihaknya pun merasa perlu mengunjungi kampus kehidupan di TPA. Di tempat ini dalam kesempatan bertukar pikiran dengan yang hadir lainnya muncul pemahaman, bahwa bagi yang sudah memasuki usia 50 tahun, seharusnya yang dicari itu hanya sekadar tamba ati, melainkan harus lebih banyak nata ati.

Konteks pemahamannya, jika orang hanya mencari tamba ati  hal itu menandakan yang bersangkutan hatinya yang sakit. ”Jika hati yang sakit itu sakit itu sudah berulang-ulang dicarikan tamba, setelah sembuh seharusnya ditata, karena bila tidak maka yang namanya tamba ati itu tidak akan mampu memberikan kesembuhan apa-apa, inilah salah satu pemahaman baru yang diperoleh dari Kampus Kehidupan TPA,”imbuhnya.(sn)

Previous post Festival Kuliner Tradisional Siapkan 50 Tenda
Next post Rekanan Proyek Jalan Miliaran Rupiah Ditegur Pengguna Anggaran

Tinggalkan Balasan

Social profiles