Kemeriahan sedekah bumi (bersih desa) di kawasan lereng timur Muria, Desa Perdopo, Kecamatan Gunungwungkal, Pati, Kamis (26/7) kemarin.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Bulan Apit (Jawa) bagi warga di Kabupaten Pati, merupakan musim penyelenggaraan ritual Sedekah Bumi (Bersih Desa) yang sudah membumi di kalangan warga perkotaan hingga ke pelosok desa. Hal itu merupakan budaya peninggalan leluhur yang secara turun temurun tak lekang oleh rentang waktu .
Bahkan acara yang digelar dengan berbagai kegiatan, utamanya hiburan keseniandan kirab menampilkan berbagai simbol potensi desa itu dilakukan oleh segenap warga dari masing-masing lingkungan RT. Semua itu, merupakan bentuk ungkapan rasa syukur dan penghormatan leluhur (pepunden) yang menjadi cikal bakal berdirinya dukuh maupun desa pada masanya.
Tak ketinggalan, kata salah seorang tokoh muda Desa Perdopo, Edy, Kamis (26/7) kemarin juga melakukan hal sama. Selain penyelenggaraan ritual kenduri juga kepala desa melakukan ritual mengelilingi rumah kediamannya diikuti para perangkat, hal itu bentuk penggambaran bahwa rumah tinggal seorang pucuk pimpinan (sesepuh) desa harus benar-benar aman dari gangguan bentuk apa pun.
Hal itu sekaligus sebagai wujud dari terbebasnya kediaman warga dari ancaman gangguan, karena kebersamaan antara pimimpin, pengikutnya dan seluruh warga guyub dalam menjaga desa maupun dukuh tempat tinggalnya. ”Selain itu juga sebagai penghormatan, bahwa setiap pemimpin dalam kondisi apa pun tetap harus dihormati,”ujarnya.
Karena itu, masih kata dia, sedekah bumi juga merupakan implementasi penghormatan atas karunia bumi yang ditempati, selama ini memberikan sumber penghidupan bagi warganya. Dari kehidupan awal, para leluhur telah mengajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari adalah bersumber dari hasil bercocok tanam.
Gambaran kondisi seperti itu, ternyata masih tetap lestari hingga sekarang sehingga hanya dengan rasa syukur atas kemurahan rezeki yang didapat dari ajaran hidup para leluhur. Sebab, lahan yang digarap untuk ditanami padi tetap merupakan sumber kebutuhan pangan bagi warga, sehingga tidak sampai mengurangi kekurangan pangan.
Demikian pula, lahan tegalan yang ditanami berbagai jenis tanam semusim pun menghasilkan apa yang ditanam. Karena itu, sekali dalam setahun wujud rasa syukur warga diwujudkan dalam acara kemeriahan yang dikemas dalam rangkaian sedekah bumi, dan hal tersebut pasti akan terus berlanjut secara turun temurun.
Apalagi, kemasan acara itu juga terus dikembangkan sesuai kondisi sekarang tapi tidak meninggalkan tradisi dan budaya pada masa kehidupan para leluhur. ”Budaya lokal seperti ini juga sama saja, kami warga desa sudah mikul dhuwur mendhem jero,”katanya.(sn)