Tim penyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kabupaten Pati tengah mencermati dan menghimpun materi budaya setempat untuk dibawa ke Konggres Kebudayaan Nasional.(foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Lahirnya UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang sudah ditunggu kalangan masyarakat dan budayawan selama 35 tahun, hal itu mengharuskan Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, harus bergerak cepat. Jika tidak, budaya daerah berslogan Pati Bumi Mina Tani akan tertinggal kereta.
Karena itu, beberapa hari terakhir ini Tim penyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PKD) kabupaten ini harus benar-benar memaksimalkan pencermatan dan pengkajian untuk menyusun strategi pembangunan kebudayaan. Sebab, kebudayaan harus bisa menjadi bagian dari haluan pembangunan nasional.
Dengan demikian, kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, Paryanto, pihaknya harus melakukan pembahasan, diskusi, dan kajian secara khusus secara maraton selama tiga hari tiga malam. Dalam kesempatan ini, pendamping penyusun PPKD Jawa Tengah dari Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Inang Winarso memberikan banyak masukan.
Hal tersebut bisa dilakukan yang bersangkutan, karena setelah dilakukan kajian dan pendalaman materi UU, ternyata Pati ini mempunyai banyak ragam budaya daerah yang bisa dijadikan bagian strategi pembangunan kebudayaan. ”Apalagi jika mencermati, bahwa kebudayaan itu merupakan sumber kekuatan, persatuan, dan energi bangsa,”ujarnya.
Dari sisi dan unsur kesenian daerah saja, masih kata dia, bisa menjadi roh kekuatan masyarakat dalam upaya memperteguh penghormatan terhadap para tokoh leluhur yang dimiliki oleh setiap desa. Sehingga penghormatan tersebut setiap tahun selalu diimplementasikan dalam bentuk rangkaian acara sedekah bumi (bersih desa).
Dalam kesempatan ini kesenian daerah yang tumbuh subur di Pati, yaitu seni pertunjukan ketoprak justru dinilai bisa menjadi strategi pembangunan kebudayaan. Selain banyaknya grup seni pertunjukan tersebut, cerita-cerita yang ditampilkan hampir sebagian besar berangkat dari sejarah
, babad maupun cerita tutur pada masanya.
Di sinilah letak tentang penghormatan terhadap para leluhur yang ditokohkan sehingga menjadi teladan bagi tiap warga yang dikemas dalam rangkaian acara bersih desa. Apalagi di bulan Apit (Jawa), semua desa/kelurahan di Pati menyelenggarakan bersih desa, sehingga seni pertunjukan itu menjadi bagian dari budaya masyarakat.
Hal tersebut belaum menyangkut budaya daerah lainnya, mulai dari rangkaian perkawinan, kelahiran sampai kematian pun tidak lekang oleh waktu dan menjadi bagian yang sudah membudaya di masyarakat. ”Contohnya, dalam rangkaian proses berlangsungnya suatu kelahiran ketika terjadi pada pasangan suami-istri yang menyambut kelahiran anak pertama, masih berlangsung acara nujuh bulan,”imbuh Paryanto.(sn)