Hapus Sebutan Sekolah Favorit

SAMIN-NEWS.COM  CARUT-marut, penuh kebohongan, ambisius, jaga gengsi menjadi cermin retak dalam dunia pendidikan saat anak-anak dari jenjang pendidikan SMP hendak masuk ke SMA/SMK melalui program zonasi. Lantaran ketentuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 14 Tahun 2018, mengharuskan calon murid dari keluarga tidak mampu harus bisa ikut mengenyam pendidikan di sekolah pilihan, inilah kegagalan hasil proses pendidikan yang tidak mengajarkan kejujuran sebagai benteng terakhir.

Bukti tentang itu, agar anak dari keluarga kurang mampu bisa mengenyam pendidikan maju diberlakukanlah penggunaan bukti berupa surat keterangan tidak mampu (SKTM). Akibatnya, kalangan keluarga mampu pun beramai-ramai mencari bukti administrasi itu yang digunakan mendaftar agar putra-putrinya bisa diterima masuk ke sekolah yang selama ini mendapat julukan maupun sebutan sekolah favorit.

Kendati batas ketentuan calon murid dari keluarga kurang mampu hanya sebesar 20 persen dari jumlah kuota sekolah yang bersangkutan, tapi praktiknya kelemahan sistem ini banyak dimanfaatkan dengan penuh kebohongan. Karena itu benar-benar memprihatinkan jika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menemukan dan membatalkan lebih dari 78.000 SKTM palsu dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) Jawa Tengah yang sudah mendaftar secara online.

Melihat kondisi tersebut, sudah saatnya pemerintah melarang atau menghapus sekolah jenjang SMA/SMK yang selama ini mendapat predikat sebagai sekolah favorit. Sebab, predikat sebuah kebanggaan bagi orang tua yang putra-putrinya bisa masuk ke sekolah  tersebut tidaklah mengajarkan kejujuran, karena silau dengan sebutan predikat itu sehingga yang terjadi adalah kesenjangan demi kesejanjangan, seperti pendidikan ini hanyalah sebuah proses untuk sebuah kebanggaan.

Dengan demikian, upaya awal yang harus dilakukan agar sekolah dalam mentransfer ilmu kepada para murid yang menjadi tanggung jawabnya, perlu dimulai dari para guru yang menjadi tenaga pengajarnya. Maksudnya, guru di jenjang pendidikan SMA/SMK minimal dalam kurun waktu tiga tahun harus digeser/dipindah dari sekolah tempat mereka mengajar.

Melalui upaya itu diharapkan, seorang guru yang selama ini mengajar di sekolah dengan predikat sekolah favorit tidak secara terus menerus mengajar di sekolah yang sama. Bahkan bisa terjadi sejak awal bertugas sampai menjelang memasuki masa pensiun, tugasnya mengajar selalu hanya ilmu sesuai jurusan pendidikan yang didapat waktu belajar di perguruan tinggi, tapi hanya mengajar hanya di satu sekolah.

Dampak dari sistem penempatan guru pengajar seperti itu, sekolah lain yang sama-sama sebagai sekolah negeri terjadi pengkotak-kotakan antara yang favorit dan nonfavorit. Sehingga guru yang bersangkutan pun terjebak dalam pemikiran, bahwa mengajar murid yang kemampuannya di bawah rata-rata itu lebih susah dibanding mengajar murid dengan kemampuan di atas rata-rata.

Sikap dan pemikiran seperti itu, tugas dan tanggung jawab guru yang bersangkutan sama saja dengan berhenti berproses. Karena itu, penggeseran sekolah tempat mengajar tiap-tiap guru dari sekolah satu ke  sekolah lain dalam periode tertentu, atau maksimal tiga tahun sekali harus dilakukan agar terjadi pemerataan sistem pembelajaran pada para murid.

Tanpa ada pemberlakuan kebijakan seperti itu, untuk mencapai kesetaraan pendidikan bagi para murid yang standar tetap tidak pernah bisa diwujudkan. Akibatnya, lagi-lagi kesenjangan antara sekolah favorit dan nonfavorit akan selalu melekat, dan hal itu sebenarnya yang meracuni para orang tua murid yang ambisius, tanpa mengukur kemampuan putra-putrinya.

 

Previous post Hipakad Berperan Aktif Amankan Empat Konsensus Nasional
Next post Wilayah Kudus dapat Alokasi Proyek dari Pati

Tinggalkan Balasan

Social profiles