KEBAKARAN hebat yang melalap gedung utama Kejaksaan Agung Sabtu (22/8/2020) lalu, tentu menyisakan sejumlah pertanyaan bagi publik terkait bagaimana nasib keberadaan berkas perkara penting yang tengah ditangani.
Pertanyaan tersebut muncul lantaran kebakaran tersebut bertepatan di tengah proses penanganan perkara kasus besar seperti tagih bank Bali yang melibatkan tersangka Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Selain itu, masih ada kasus besar lain seperti korupsi perusahaan plat merah Jiwasraya.
Meskipun, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono menyatakan bahwa seluruh berkas penting dan berkaitan dengan kasus yang sedang ditangani dinyatakan aman, tentu hal tersebut tak lantas dapat menghentikan tanda tanya besar dari masyarakat.
Bagaimana publik bisa menerima? Bahkan Hari juga menyatakan bahwa sampai saat ini pihaknya belum bisa membeber penyebab dari kebakaran yang terjadi. Ia hanya meminta masyarakat agar sabar menunggu pengumuman resmi dari Polri.
Hari juga meminta publik agar tidak berspekulasi dan menebak-nebak penyebab dari kebakaran tersebut. Namun bagaimana bisa? Yang dipertaruhkan adalah perihal tegaknya hukum di Indonesia, tentu masyarakat tidak menginginkan kejadian tersebut akan berbuntut dengan ketidakbenaran.
Bahkan hingga hari ini, lini masa twitter masih dibanjiri tagar #BorokKoruptorHangus dan menjadi trending topic. Cuitan dengan nada satire banjir dengan tagar tersebut, publik seakan tidak percaya bahwa kebakaran terjadi begitu saja.
Bahkan Indonesian Corruption Watch (ICW) Minggu (23/8/2020) lalu menyampaikan ketidakercayaannya dengan mendesar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turut menyelidiki penyebab kebakaran yang terjadi. Menurutnya, hal ini untuk membuktikan, apakah kejadian tersebut murni karena kelalaian atau memang direncanakan oleh oknum tertentu.
“Saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani banyak perkara besar, salah satunya dugaan tindak pidana suap yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang merencanakan untuk menghilangkan barang bukti yang tersimpan di gedung tersebut,” kata peneliti ICW Kurnia Ramdhana.
Lebih lanjut Kurnia menyebut bahwa jika dugaan ini benar, maka KPK dapat menyangka oknum tersebut dengan Pasal 21 UU Tipikor tentang obstruction of justice atau upaya menghalang-halangi proses hukum dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Yang jelas, jangan sampai kejadian yang disebut tidak ada unsur kesengajaan ini menjadikan dalih untuk menghentikan segala rentetan kasus penegakan hukum yang belum selesai. Publik tentu menginginkan penyelidikan kebakaran yang terjadi diusut secara transparan dan tuntas. Di satu sisi, kasus-kasus korupsi memanglah sebuah sampah, namun tak berarti sampah tersebut harus dibakar secara harfiah seperti ini.