Sertifikat tanda bukti hak milik melawan putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung RI.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI – Pemegang tanda bukti hak (sertifikat) tanah belum tentu menjamin amannya status kepemilikan seseorang dari gugatan perkara perdata, dan bahkan proses mempertahankan hak milik tersebut sampai harus mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) RI. Akan tetapi putusan No 356 PK/Pdt/2013 tersebut tetap mengharuskan pemegang hak itu siap-siap menghadapi pelaksanaan eksekusi.
Panggilan untuk dilakukan tegoran oleh pihak Pengadilan Negeri (PN) Pati, sudah kali kedua dilayangkankan masing-masing kepada Agus Tumijan bin Ngasiman, warga Dukuh Karangdowo, Desa Kutoharjo, Kecamatan Kota Pati sebagai termohon eksekusi dan dulu tergugat III. Satu lagi, panggilan tegoran kepada Budiman bin Ngasiman, warga Dukuh Bapoh, Desa Bumiayu, Kecamatan Wedarijaksa, Pati.
Mereka diminta hadir menghadap Ketua PN Pati, Kamis (12/7) pekan depan pukul 09.00 untuk diberi tegoran kedua, agar dalam tempo delapan hari sejak tegoran itu harus sukarela melaksanakan isi putusan PK MA No 356 tersebut. Hal itu merupakan rangkaian putusan peradilan di tingkat pertama, banding, kasasi hingga PK.
Sebab, yang bersangkutan sebagai termohon eksekusi sejak awal kalah dalam menghadapi gugatan perkara perdata melawan Sarwi bin Karto Wijoyo Kaidin juga warga Karangdowo, Desa Kutoharjo yang memberi kuasa hukum kepada Kamsuri Al Yasin. Sedangkan termohon eksekusi selain keduanya terdapat pula nama Suyoto bin Ngasiman.
Atas dasar itu, kata Martono yang tak lain keluarga dari termohon ekesekusi, pihaknya tetap minta kepala desa setempat, untuk tidak menyetujui eksekusi itu setiap saat. Sebab, proses awal terjadinya persertifikatan tanah sudah sesuai ketentuan, berdasarkan jual-beli Tahun 1964 tapi dianggap cacat hukum karena tidak dilakukan di hadapan PPAT.
Padahal asal-usul tanah seluas 230 meter persegi, adalah pemindahan dari C No 1316 atas nama Ngasiman (almarhum). ”Sedanhgkan sisanya juga dengan luas yang sama adalah pemecahan dari C No 1317 atas nama Wagiman. Dari runutan itu, setelah diajukan permohonan sertifikat terbit bukti pemilikan itu No 03689 dan 03690, masing-masing seluas 180 dan 230 meter persegi,”ujarnya.
Mengingat proses peralihan C desa resmi diketahui kepala desa (Kades) setempat, Hartono, maka permohonan sertifikat jelas sesuai ketentuan. Akan tetapi setelah sertifikat diterbitkan oleh BPN, justru muncul gugatan dari pihak yang merasa sebagai pemilik tanah, dan keluarganya ini dinyatakan menguasai tanah secara melawan hukum.
Kades Kutoharjo, Kecamatan Kota Pati, Hartono, ketika ditanya berkait hal tersebut membenarkan, bahwa proses pensertifikatan itu saat baru dimohon saja pihaknya sudah melakukan pengecekan memanggil pihak terkait dan saksi. Sampai pihak PPAT juga menyatakan tidak ada masalah, sehingga proses permohonan dilanjutkan.
Akan tetapi muncul gugatan perdata dengan saksi-saksi yang patut diduga tidak mempunyai relevansi kesalsian atas materi pokok gugatan, ternyata hal itu mebjadi acuan dan perrtimbangan putusan. Selain itu, pihaknya juga sama sekali tidak pernah dimintai keterangan sebagai saksi dalam persidangan tingkatan apa pun, dab dia juga pernah minta pada keluarga tergugat untuk melaporkan pemberi keterangan palsu.
Karena tidak ada respons, akhirnya sampai sidang di tingkat kasasi dan bahkan PK tetap dinyatakan menguasai tanah secara melawan hukum. ”Kalau sudah harus pelaksanaan eksekusi, karena perkara itu sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena sampai PK yang diajukan pun ditolak oleh MA.”
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Panitera Pengadilan Negeri (PN) Pati, Sumitro ketika ditanya berkait hal tersebut membenarkan, bahwa panggilan tegoran kepada termohon eksekusi sudah kali ke dua dilayangkan. ”Jika tetap tidak diindahkan, maka kami harus minta kepada ketua PN untuk melakukan penetapan peleksanaan eksekusinya.”(sn)