Mengungkap Peradaban Usang Pati Tempo Dulu (lanjutan)

MAKAM  dengan polesan keramik warna biru laut di tengah-tengah permukiman warga yang cukup terawat dan tak jauh dari makam Josari dalam kondisi sebaliknya jika benar itu makam Roso Suli, semakin memperkuat dugaan bahwa peradaban pada masa itu di Kemiri Wetan, benar adanya. Sehingga apa pun alasannya, minimal ada kemauan dari yang berkompeten untuk menelisiknya lebih jntensif dengan melibatkan para ahli sejarah dan kepurbakalaan.

Selama tidak ada niatan atau kemauan untuk itu, maka selamanya sejarah peradaban Pati tempo dulu akan selalu abu-abu. Itu adalah kesalahan paling fatal para pendahulu dalam memberikan catatan yang keliru kepada generasi sekarang dan mendatang, karena adanya Pati itu tidak dengan sendirinya atau serta merta seperti yang kita lihat sekarang.

Masih banyak sisi gelap belum terungkap, tapi kita tidak bisa kalau harus menyikapinya dengan itu adalah peradaban masa lalu yang tidak ada relevansinya dengan kondisi sekarang. Jika demikian pertanyaannya, mengapa pemerintah menetapkan peringatan hari jadi yang dasar dan acuannya juga peradaban masa lalu.

Hal itu menunjukkan bahwa peradaban  masa lalu tetap ada benang merah yang berkorelasi dengan masa sekarang, sehingga sudah selayaknya jika kita meluangkan sedikit perhatian untuk mengungkap dan merangkainya kembali sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Membuka catatan tentang itu tak bisa lepas dari adanya perhatian semua pihak, terlepas dari mana yang benar dan mana yang sebaliknya.

Jika kita hanya berkutat pada hal-hal yang tidak esensial, selamanya juga akan terjebak untuk selalu mempertanyakan kebenaran seperti kebenaran antara dulu mana telur dan ayam. Karena itu, kita harus mengambil momentum hari jadi nanti menjadi tonggak untuk memulai langkah menelisik peradaban Pati, terlepas dari untung dan rugi.

Dari sarasehan Bagelen, itulah sebenarnya bisa ditelusuri alur perjalanan panjang ketika Ki Ageng Penjawi harus bergerak menuju Pati, untuk melaksanakan perintah Sultan Pajang Hadiwijoyo. Jika itu terjadi pada Selasa Kliwon malam Rabu Legi, maka rombongan itu tiba di Kemiri Wetan pada Jumat Pon dini hari, atau setelah menempuh perjalanan panjang selama tiga malam dua hari.

Sejak saat itulah keluarga turun Ki Ageng Ngerang III ini berkumpul di tempat tetsebut, sehingga Wasis pun bisa kembali bertemu dengan kakak Perempuannya, Waskita Jawi, dan juga adik sepupunya Raden Hadi. serta Roro Suli. Sesuai perintah Sultan Pajang, maka upaya awal yang dilakukan bersama pemuka warga dan Ki Ageng Kemiri, tentu bercocok tanam mengolah lahan pertanian.

Dengan pengalaman yang dimiliki dalam olah tata praja, maka Wasis pun tidak tinggal diam sehingga para pemuda pun dilatih dalam olah keprajuritan, karena setelah sumber penghidupan sehari-hari warga bisa dipenuhi dari hasil bercocok tanam, maka sisi terjaminnya keamanan suatu wilayah tentu tak bisa diabaikan. Karena kedekatan Ki Ageng Penjawi dengan Bupati Jepara, Ratu Kalinyamat maka akhirnya Wasis karena kemampuannya dalam olah keprajuritan pun menjadi bagian dari kekuatan prajurit kabupaten tersebut.

Di sinilah dia bertemu dengan guru spiritual dan juga guru kanuragan, Ki Ageng Kenduruan, momen ini merupakan pembuka jalan putra bungsu Ki Ageng Penjawi untuk lebih dekat dengan Bupati Jepara. Jika bupati yang bersangkutan harus membuka kembali ekspidi kedua ke Selat Malaka, untuk mengusir Bangsa Portugis dari pusat perdagangan tersebut.

Kendati tidak terdapat atau ditemukannya catatan tentang ekspidisi tersebut, tapi Jepara mencatatnya bahwa bupatinya pernah melakukan pengiriman ribuan prajurit dari Jepara untuk memerangi bangsa Portugis dari Selat Malaka. Akan tetapi sebelum keberangkatan Wasis dalam ekspidisi itu, besar kemungkinan teah terjadi perkawinan sedarah.

Siapa lagi pasangan tersebut  kalau bukan Wasis dengan adik perempuan sepupunya, Roro Suli. Jika dugaan ini akan dipatahkan, bahwa itu tidak benar maka penalarannya pada masa tersebut dilihat dari sisi jumlah penduduk yang masih terbatas, dan perkawinan untuk mempertahankan turun/dinasti demi kelangsungan sebuah kekuasaan  adalah hal biasa (bersambung)

Previous post Trotoar di Pecinan untuk Berjualan Permanen
Next post KPU Fasilitasi Form Pindah Pemilih

Tinggalkan Balasan

Social profiles