SAMIN-NEWS.COM BERBAGAI sistem dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tiap tahun ajaran baru sudah diberlakukan oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, di antaranya berdasarkan nilai akhir hasil ujian nasional (UN). Namun sistem tersebut belum mencerminkan rasa keadilan di sektor pendidikan, karena masih bermunculan muatan kelompok kepentingan.
Sistem dan kebijakan tersebut, ternyata masih dibijaksanai lagi oleh pihak sekolah sebagai pelaksana dari kebijakan aturan tersebut. Di antaranya, masih muncul adanya kemitraan yang secara khusus justru didominasi oleh kelompok kepentingan yang dipandang mampu memberikan kontribusi nominal ke pihak sekolah, lebih-lebih sekolah yang selama ini dinilai sebagai sekolah favorit.
Hal itu terjadi bukan hanya semata-mata karena peluang tersebut disediakan pihak sekolah yang bersangkutan, tapi peran dan andil perwakilan orang tua/wali murid yang disebut komite sekolah juga cukup dominan. Dengan demikian, peran para pengurus komite itu seperti menjadi alat legetimasi pihak sekolah dalam menentukan aturan yang diberlakukan.
Satu di antaranya yaitu dalam melaksanakan ketentuan PPDB yang tiap tahun sering membuat pusing dan kalang kabutnya para orang tua/wali murid, kendati baru tahap memasukkan putra-putrinya di tahun ajaran baru. Belum lagi, jika nanti sudah diterima maka yang namanya aneka sumbangan sudah diagendakan sebagai pundi-punfi sekolah.
Alasannya pun tetap klise, semua itu demi kemajuan pendidikan putra-putri para orang tua/wali murid yang bersangkutan. Dengan demikian, selama pihak sekolah yang notabene sekolah negeri atau sekolahnya negara, tapi tak pernah lepas dari pola-pola partisipasi yang memberatkan orang tua murid.
Akan tetapi pihak negara sendiri tidak ada kemauan untuk memotong praktik-praktik seperti itu, karena hal tersebut sudah ditetapkan pihak sekolah bersama komite. Sehingga dengan berat hati bagi yang kemampuannya terbatas, mau tidak mau hatus menerima demi pendidikan putra-putrinya yang justru oleh negara sudah dipatok sebagai investasi masa depan.
Untuk tahun ajaran baru kali ini, PPDB berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 5 Tahun 2018 diubah lagi dengan sistem zonasi. Yakni, zona I di mana sekolah tersebut berada di satu wilayah/desa/kelurahan, maka anak-anak di wilayah yang bersangkutan harus diutamakan untuk diterima, baik itu sekolah favorit maupun nonfavorit.
Sedangkan zona II, adalah desa-desa/wilayah yang menjadi batas antarkecamatan juga bisa diterima di sekolah yang terdekat dengan lingkungan tempat tinggalnya. Sedangkan zona III, baru untuk murid berprestasi dalam wilayah kabupaten sekolah itu berada, dan juga murid yang tempat tinggalnya di wilayah perbatasan antarkabupaten.
Sistem PPDB dengan zonasi ini pun tetap harus diwasdai, yaitu munculnya pola permainan para orang tua murid yang berambisi untuk biusa memasukkan putra-putrinya ke sekolah favorit. Caranya, sudah barang tentu memindahkan alamat tempat tinggal putra-putrinya dalam zona tersebut, berdasarkan surat keterangan mengikuti perpindahan orang tua atau bertempat tinggal dalam keluarga dekat.
Jika upaya tidak jujur ini dilakukan orang tua murid dan sekolah yang dituju membeikan peluang, maka kongkalikong di antara kedua belah pihak pun tak bisa dihindari. Karena itu, kata akhir untuk menangkal semua itu terletakl pada tingkat kewaspadaan di jajaran Dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil (Dispendukcapil) sebagai pihak yang berwenang memberikan legitimasi petrpindahan penduduk.(Ki Samin)