Penyedia jasa penukaran uang baru menjelang Lebaran tengah menunggu penukar di salah satu sudut kawasan Alun-alun Simpanglima Pati.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM PATI-Memberi sesuatu dalam kondisi baik apalagi menjelang Lebaran seperti sekarang jika bisa pasti membanggakan bagi siapa saja, termasuk memberi uang kepada anak-anak atau yang lazim disebut ”wisit.” Untuk keperluan tersebut, sekarang ini sudah bermunculan penyedia jasa penukaran uang baru, di sudut kawasan Alun-alun Simpanglima Pati.
Pecahan lembaran uang kertas baru yang tersedia itu, selain Rp 2.000-an juga Rp 5.000, Rp 10.000, dan juga Rp 20.000. Bagi para penukar mau memilih untuk menukarkan lembaran pecahan berapa pun cukup tersedia, tapi harus memberikan jasa nominal kepada pihak penyedia sebesar 10 persen karena niat mereka memang bekerja.
Hal itu dibenarkan salah seorang di antara mereka, Ponco (30), warga Desa Blaru, Kecamatan Kota Pati yang mengaku bila menjelang Lebaran seperti sekarang mendapat order pekerjaan tersebut dari pemilik uang. Akan tetapi, katanya lebih lanjut, karena Lebaran masih belasan hari lagi para penukar yang datang masih sepi.
Biasanya, saat Lebaran kurang seminggu para penukar uang baru mulai berjubel sampai dia kewalahan. ”Meskipun masih sepi penukar, biasanya tiap hari kami masih bisa mendapatkan nilai tukar sampai Rp 25 juta,”ujarnya.
Sebaliknya, masih kata dia, saat-saat penukar cukup ramai mulai pagi hingga malam bisa mencapai Rp 50 juta lebih. Dengan demikian, untuk jasa sebesar 10 persen yang diberlakukan dari nilai uang baru sebesar itu bertambah menjadi Rp 55 juta dalam bentuk dan kondisi uang yang sudah barang tentu sebaliknya.
Mengingat status dia hanya bekerja membuka jasa tersebut, maka seluruh hasil penukaran uang itu disetorkan ke pemilik uang yang bersangkutan. Demikian sistem bekerjanya setiap hari, dan hari-hari berikutnya sampai pekerjaan terakhir baru dihitung berapa jumlah pendapatan, karena yang membuka jasa penukaran itu bukan hanya dia sendiri, melainkan ada yang lain tapi dari satu orang pemilik uang baru.
Menjawab pertanyaan, Ponco menambahkan, pemberian tambahan jasa uang lama menjadi uang bari sebesar 10 persen itu, tentu berdasarkan kesepakatan dengan para penukar. ”Misalnya uang lama yang ditukar Rp 100.000 tetap mendapatkan ganti Rp 100.000, tapi penukar harus memberi tambahan kepada kami Rp 10.000.”
Diminta tanggapannya berkait hal itu, Kiai Heppy Irianto dari Kdelompok Gusdurian Pati menegaskan, bahwa pola penukaran uang seperti itu tetap mengandung unsur riba, sehingga baik penyedia jasa maupun penukarnya sama-sama harus menanggung risikonya, berdosa. ”Sebab, yang namanya tukar menukar dalam hukum agama, nilainya tetap harus sama sehingga alasan sebagai penyedia jasa itu tidak berlaku,”tandasnya.(sn)