PILKADA Serentak 2020 sudah di depan mata, meskipun desakan untuk menunda perhelatan tersebut sudah datang dari berbagai penjuru, hal tersebut tak lantas membuat pemerintah mengurungkan niatnya untuk menggelar kontestasi tersebut.
Mengingat angka positif covid-19 yang kian naik, tentu keputusan ini bukanlah main-main. Bagaimana tidak? Mana mungkin pemerintah akan bermain-main di saat angka positif tiap harinya telah mencapai 5 ribu jiwa.
Secara pribadi saya tentu susah untuk membayangkan bagaimana nantinya ketika perhelatan tersebut berlangsung. Dengan kondisi yang kian memburuk seperti ini, tentu besar kemungkinan bahwa nantinya akan terjadi penularan besar-besaran pada perhelatan yang tak kalah besar itu pula.
Seperti kita ketahui, baru pada proses pendaftaran saja puluhan calon sudah terkonfirmasi positif covid-19. Bagitu pula dengan penyelenggara acara akbar tersebut, bahkan Ketua KPU Arief Budiman sendiri sudah terkonfirmasi positif Covid-19 dan dirawat di RSPAD Gatot Subroto.
Lalu bagaimana kabar orang yang berbondong-bondong ikut mengantarkan calon kepala daerah mendaftarkan diri. Entah berapa puluh, ratus, atau ribuan orang terinfeksi tapi tak terdeteksi.
Kalau pun mereka tertular, saya sendiri ragu calon kepala daerah akan peduli dengan kondisi kesehatan para pendukungnya. Dengan membawa rombongan saat pendaftaran saja, saya rasa sudah menunjukkan ketidakpedulian yang teramat sangat.
Jika kita tarik dari peristiwa itu saja, tentu sangat mudah bagi kita untuk memunculkan pertanyaan bagaimana kalau tertular di tahapan pilkada di gelar. Apa ada yang peduli?
Meskipun di Kabupaten Pati sendiri tidak ikut serta dalam pilkada kali ini, tetapi saya bisa membayangkan tanpa ragu betapa ngerinya kontestasi tersebut nantinya. Jika saja di Pati tahun ini mengikuti pilkada, kemungkinan besar saya juga tidak akan memilih alias golput.
Jika ada yang bertanya mengapa memilih golput? Tentu jawabannya akan sangat sederhana. Untuk apa membahayakan diri sendiri jika pemerintah saja terkesan abai dengan kondisi yang sedang berlangsung.
Ingat, kalau tertular, siapa yang mau peduli? Memangnya, calon kepala daerah yang maju di Pilkada peduli? Kalau tertular, apa rumah sakit masih bisa nampung pasien positif dan apa masih ada tenaga kesehatan untuk merawat? Kalau tertular, biaya tak terduga dan biaya yang tidak ditanggung pemerintah mahal lho.
Pemikiran seperti itu tentu bukan muncul dari benak saya saja, bahkan Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra saja mendeklarasikan diri akan golput di pilkada mendatang. Menurutnya gelaran tersebut nantinya tentu akan membahayakan para pemilih.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor juga memprediksi jumlah Golput akan meningkat.
Yahh, tentu kita tidak bisa menyalahkan masyarakat jika nantinya angka golput akan meningkat tajam. Tentu bukan menjadi hal berlebihan jika masyarakat lebih menyayangi keselamatan diri masing-masing, terlebih pemerintah hingga saat ini memang masih terkesan abai kepada masyarakat.