BAGI mereka yang tidak begitu menyukai langkah politis yang diambil Jokowi, tentu dengan mudah menyebutkan berbagai kekurangan di masa kepemimpinan Jokowi hingga kini. Bahkan tak jarang publik pun memberi cap bahwa Jokowi adalah Presiden RI paling lemah yang pernah ada.
Meskipun begitu, sebuah kajian dari berbagai pakar dan lembaga survey justru mengatakan sebaliknya. Jokowi justru dinilai menjadi salah satu presiden paling berhasil dan kuat pengaruhnya jika dibandingkan dengan beberapa presiden terdahulu.
Rilisan Indobarometer menyebutkan bahwa keberhasilan Presiden Jokowi menunaikan tugas kepresidenan dianggap lebih baik daripada seluruh presiden terdahulu setelah almarhum Presiden Soeharto. Dengan kata lain Presiden Jokowi adalah presiden paling berhasil nomor 2 selama perjalanan republik ini.
Bukan hanya itu, menurut berbagai pakar dan pengamat, Jokowi merupakan sosok presiden dengan kekuatan politik terkuat setelah Presiden Soeharto yang memimpin Indonesia selama 32 tahun itu.
Dengan masa kepemimpinan yang baru saja menginjak 6 tahun, hal tersebut tentu cukup mengejutkan. Terlebih masih ada sosok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sudah genap memimpin selama 10 tahun atau Presiden Soekarno yang menjadi presiden Indonesia dari semenjak proklamasi kemerdekaan di tahun 1945 hingga digantikan oleh Presiden Soeharto tahun 1967.
Jika kita mengambil satu sudut pandang dari bobroknya sistem demokrasi seperti yang tergambar pada proses pengesahan UU Omnibus Law, kita tentu akan bertanya-tanya apakah label presiden terkuat pantas untuk disematkan pada sosok Jokowi.
Alasan tersebut tentu didasari oleh beberapa hal yang jelas bisa kita breakdown satu demi satu. Pertama, dukungan mayoritas partai politik (parpol). Seperti yang kita tahu hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat (PD) saja yang tidak merapat ke pemerintah.
Dengan hal tersebut tentu memberikan kekuatan politik yang luar biasa kepada Jokowi. Bahkan bisa dikatakan, untuk saat ini semua lini sedang dalam genggaman Jokowi.
Bukankah semasa Presiden SBY berkuasa mayoritas parpol juga merapat ke pemerintahan? Memang betul, akan tetapi kerekatan koneksi tidak sampai sekuat saat ini. Masih ingat ketika digelar sidang paripurna untuk memutuskan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada masa Presiden SBY? Hanya suara Demokrat saja yang mendukung kebijakan tersebut. Sedangkan partai yang lain ramai-ramai menolak.
Bandingkan saja dengan pengambilan suara UU Omnibus Law Cipta Kerja kamerin, semua partai pendukung pemerintah dengan suara bulat menyetujui pemberlakuan Omnibus Law. Hal ini tentu dengan jelas menunjukkan kuatnya akar yang tertanam pada kekuatan politik Jokowi.
Kedua, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selaku partai pemimpin barisan pendukung gerbong pemerintahan sepertinya sudah cukup belajar dalam kurun waktu 10 tahun saat menjadi oposisi pemerintah.
Mereka seperti telah mengintip kelemahan SBY dan Partai Demokrat kala memimpin Indonesia, dan seolah bertekat untuk membuat mapping yang berbeda.
Terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada dibawah kendali Jokowi. Revisi UU KPK yang kontroversial itu sedikit banyak memang mengundang kecurigaan publik terkait upaya pelemahan KPK. Namun disisi lain hal ini juga menunjukkan bahwa salah satu lembaga liar dan diluar kendali yang sebelumnya menjadi pemicu runtuhnya kekuasaan Partai Demokrat kini mulai berhasil dijinakkan.
Rentetan apa yang terjadi pada Nazarudin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, hingga Anas Urbaningrum adalah bukti bahwa KPK berhasil memporak-porandakan Demokrat. Sedangkan kala kasus Harun Masiku menyeruak hingga kini sepi kelanjutan ceritanya.
Dengan segala jurus pamungkas, tak mengherankan jika keberadaan Jokowi saat ini sangat tidak tergoyahkan sama sekali. Tiap kali muncul benih narasi yang menyudutkan Jokowi, langsung libas tanpa kompromi. Semakin kesini memang semakin Nampak kemiripan era kepemimpinan Jokowi dengan era Orde Baru (Orba). Yang jelas, selamat Pak ! Sampean pancen joss…