HAMPIR setiap hari saat ini kita selalu dihadapkan dengan pemberitaan tentang riuhnya respon akibat pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh Habib Rizieq Shihab atau yang biasa kita sebut dengan HRS.
Hal ini tentu bukanlah respon yang berlebihan, sebab nyatanya kepulangan HRS memang mengundang kerumunan yang luar biasa. Tak hanya saat kepulangan, bahkan belum lama ini ia pun menggelar acara pernikahan anaknya dan menghadirkan banyak tamu yang tak kalah menghebohkan.
Banyak sekali yang terkena imbas dari kerumunan yang disebabkan oleh HRS akhir-akhir ini. Setidaknya ada dua Kapolda yang terpaksa harus dicopot gara-gara hal tersebut, yakni Kapolda Jawa Barat dan Metro Jaya.
Dengan rentetan dampak tersebut, beberapa pihak pun turut mempertanyakan hal serupa pada aksi Gibran sebagai Calon Walikota Solo yang juga tak kalah mengundang kerumunan.
Sebenarnya dua kasus tersebut memanglah berbeda, sebab HRS hanya sebuah acara pernikahan dan tidak mengikuti protokol kesehatan, sedangkan Gibran di Solo telah mengikuti protokol kesehatan dan sesuai dengan undang – undang pilkada, yang mana jika Gibran melanggar maka yang menegur adalah pihak badan pengawas pemilu.
Dua kasus tersebut memang berbeda, tentu treatment yang diberikan pun juga berbeda. Meskipun begitu tentu sebenarnya hal ini membuat masyarakat cukup merasa bingung, karena dengan alasan apapun nyatanya keduanya sama-sama mengundang kerumunan.
Tapi pertanyaannya, siapa yang berani menegur Mas Gibran? Seharusnya Bawaslu mengambil perannya dalam hal ini. Tapi tunggu dulu, kita kan juga tau siapa Mas Gibran, dia anak Presiden dan partai yang mengusung pun bukan partai sembarangan dan kaleng-kaleng.
Jadi, pihak Bawaslu pasti berpikir keras bagaimana menegur Mas Gibran jika salah, apa melalui ibunya atau melalui ayahnya. sebab jika Bawaslu langsung yang menegur maka bawaslu tidak enak dengan pimpinan yang langsung di perintah oleh kepala negara yaitu Presiden.
Mungkin cara satu-satunya adalah ditegur melalui ayahnya. Sebab, jika kita analogikan Jokowi adalah kepala sekolah, pasti guru juga akan sungkan untuk menegur Mas Gibran jika ia ketahuan merokok di sekolah. Yahh, mentok guru tersebut cuma bisa wadul sama kepala sekolah saja. Urusan tegur menegur itu kembali ke pribadi kepala sekolahnya.
Hal tersebut mungkin juga pasti berlaku dalam kasus Mas Gibran kali ini, saya yakin semua pihak terkait merasa sungkan ketika ingin menegur anak presiden satu ini. Lha terus siapa yang berani menegur kalau begitu? Jawabannya ya pasti bapaknya sendiri to, Presiden Joko Widodo. Huft !