BEBERAPA hari terakhir, publik cukup dikejutkan oleh unggahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengunggah fotonya yang sedang duduk membaca sebuah buku berjudul “How Democracies Die” di akun pribadi miliknya.
Dalam unggahan tersebut, Anies nampak sedang menikmati hari Minggu dengan mengenakan pakaian ala santri dan menyertakan caption “Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi” pada postingan tersebut.
Munculnya kiriman tersebut lantas membuat berbagai pihak bereaksi terhadap postingan tersebut. Ada yang mempertanyakan, namun di sisi lain tidak jarang pula pihak yang dengan mudah menafsirkan maksut dibalik kiriman tersebut.
Politisi PPP Arsul Sani pun ikut mempertanyakan maksut dan tujuan dari unggahan Anies kali ini. “Apakah menurutnya demokrasi kita ini akan mati kalau kondisinya seperti sekarang?,” tanyanya.
Berbeda dengan Arsul Sani, pengamat politik dari Universitas Andalas Asrinaldi justru menafsirkan hal tersebut sebagai sebuah bentuk sindiran politik untuk kondisi Indonesia saat ini.
“Kalau itu pesan yang ingin diambil Anies, jelas bagi saya itu sindiran bahwa naiknya kekuasaan, penguasa kita dengan isu populisme dan seterusnya, tapi setelah mereka menjabat demokrasi itu dibungkam, kebebasan tidak ada lagi. Pesannya itu barangkali secara simbolik sindiran untuk penguasa,” katanya.
Sebelum berbicara lebih jauh, perlu kita ketahui bahwa How Democracies Die adalah buku yang mengupas dinamika politik dalam negeri dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016, serta dinamika politik semasa pemerintah Presiden Donald Trump.
Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa ada sebuah ancaman kematian demokrasi yang bisa terjadi karena terpilihnya pemimpin otoriter, dengan ciri antara lain menoleransi dan menyerukan kekerasan, menolak aturan main demokrasi, bersedia membatasi kebebasan sipil dan media, serta menyangkal legitimasi lawan.
Lantas, benarkan ada maksut tertentu dengan unggahan foto Anies kali ini? Terlebih ia mengunggah foto tersebut di tengah sorotan hubungannya dengan pemerintah pusat, belakangan ini, karena tak bisa mencegah kerumunan massa Rizieq Shihab di sejumlah titik di Jakarta.
Meskipun beberapa pihak dari kubu Jokowi menganggap bahwa unggahan tersebut adalah sindiran yang menyasar Presiden Jokowi, tapi rasanya terlalu berspekulasi rasanya jika kita menanggapi unggahan foto tersebut dengan sikap yang terlalu berlebihan.
Sebab, jika memang Anies memang memuat unsur sindiran dalam unggahan tersebut, tentu unggahan ini tak serta merta menyasar pada Presiden Jokowi selaku pemimpin. Sindiran politik itu kan bisa juga menyasar pada para kelompok oligarki yang menyusup ke pemerintahan saat ini.
Selain itu dari perspektif saya sendiri, unggahan tersebut justru hanyalah gimmick dari Anies Baswedan yang secara tidak langsung akan memancing respon kita untuk berkontemplasi terhadap kondisi demokrasi kita saat ini.
Jika saya boleh mengutip pernyataan Emha Ainun Najib, kita saat ini hanyalah sedang berada pada zaman dimana orang baik memusuhi orang baik. Semua orang hanya membawa baiknya sendiri dan menganggap kebaikan orang lain sebagai sebuah bentuk kesalahan.
Maka dari itu, tentu kita tidak perlu berlebihan menanggapi permasalahan unggahan Anies Baswedan kali ini. Rasanya terlalu remeh temeh jika kita harus memperdebatkan sesuatu hal yang belum tentu kejelasannya seperti itu.