PENANGKAPAN Menteri Kelautan dan Perikanan (KPP) Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu (25/11/2020) seolah memancarkan sinyal bahwa Presiden Jokowi secara tidak langsung dipaksa untuk kembali melakukan reshuffle kabinet.
Secara prinsip tak ada pilihan lain bagi Jokowi selain mencopot Edhy Prabowo dari jabatannya sebagai Menteri KKP, terlepas dari azas praduga tak bersalah, jika Jokowi berniat menjaga kepercayaan masyarakat Indonesia.
Hal tersebut lantaran KPK telah mengantongi beberapa bukti kuat saat melakukan penangkapan yang dilakukan di Bandara Soekarno Hatta saat Edhy baru beberapa menit menginjakkan kaki di Indonesia sepulang kunjungan dari Amerika Serikat (AS).
Apalagi dengan UU KPK yang baru, mereka tentu saja sudah berkoordinasi dengan Dewan Pengawas dan bisa jadi dengan petinggi negara lainnya.
Dalam hal ini, artinya KPK sangat besar kemungkinannya untuk menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang disebutkan KPK berkaitan dengan bibit lobster ini.
Namun yang menjadi petanyaan adalah, apabila Edhy dicopot maka penggantinya akan datang dari Gerindra juga? Karena posisi Edhy di Kabinet merupakan bagian kesepakatan dengan Gerindra saat mereka menyatakan bergabung dengan koalisi Pemerintah Jokowi jilid-2.
Akan tetapi, dalam hal memilih pengganti Edhy Prabowo tentu bukanlah sebuah hal yang sederhana. Di satu sisi, jika masih dari Gerindra, bisa saja masyarakat dan para aparatur di Kementerian tak akan mempercayai lagi dan hal itu akan membuat kinerja KKP menurun, tak sesuai dengan harapan.
Dan di sisi lainnya, jika Jokowi hanya mengganti Edhy Prabowo dengan orang lain diluar Gerindra dan Gerindra tak mendapatkan penggantinya di tempat lain yang setara, ini bakal menjadi menarik, karena bisa saja Gerindra akan menarik dukungannya pada Jokowi.
Atau mungkin Jokowi akan melakukan reshuffle besar-besaran di banyak kementerian apalagi jika dihubungkan dengan kekecewaan Jokowi terhadap para pembantunya beberapa waku lalu.
Namun meskipun begitu, jika hal ini dikaitkan dengan proses penanganan pandemi Covid-19. Tentu reshuffle besar-besaran bukanlah sebuah pilihan yang tepat, sebab penanganan pandemi seperti sekarang ini tentu membutuhkan tim yang memang sudah solid.
Pejabat baru itu harus beradaptasi dulu dengan lingkungan barunya, sehingga bisa jadi membuat proses penangan dampak Covid-19 yang kini tengah berjalan akan terganggu.
Cukup sulit memang, namun semua tentu kembali pada keputusan Jokowi sebagai Presiden sekaligus pemegang hak prerogatif penunjukan menterinya, mungkin sekarang ia sedang mendiskusikan dengan orang-orang kepercayaannya dalam menyikapi kondisi termutakhir ini. Pokoke wis mbuh Pak, sing penting keputusannya membawa dampak yang lebih baik saja. Aku tak nyruput kopi sek !!