TANGGAL 1 Desember kamarin menjadi pertanda kemerdekaan kawasan Papua Barat. Hal tersebut setidaknya berdasarkan deklarasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang diketuai oleh Benny Wenda.
Bagi dirinya, pengumuman itu menandai intensifikasi perjuangan melawan penjajahan Indonesia di wilayah Papua yang berlangsung sejak tahun 1963.
“Kami siap untuk mengambil alih wilayah kami, dan kami tidak akan lagi tunduk pada aturan militer ilegal Jakarta. Mulai hari ini, 1 Desember 2020, kami mulai menerapkan konstitusi kami sendiri dan mengklaim kembali tanah kedaulatan kami,” tegasnya.
Pemerintah Sementara ini menyatakan kehadiran negara Indonesia di Papua Barat adalah ilegal. Mereka menolak hukum apapun, pengenaan apapun oleh Jakarta, dan tidak akan mematuhinya. Wenda dan jajarannya menolak perpanjangan Otsus Papua, bersama dengan para pemimpin gereja Protestan dan Katolik, kelompok masyarakat, dan 102 organisasi yang mendukung petisi massa menentang pembaruannya.
Bahkan menurutnya, Pemerintah Sementara ini memiliki konstitusi, hukum, dan pemerintahan sendiri sekarang. Maka untuk itu saatnya negara Indonesia angkat kaki dari tanah yang mereka diami sekarang.
Ada tiga hal jadi dasar gerakan, seperti Pemerintahan Sementara dibentuk untuk mencapai referendum dan Papua Barat merdeka. Republik Papua Barat masa depan akan menjadi ‘negara hijau’ pertama di dunia dan kerusuhan selama berbulan-bulan telah memperkuat tuntutan untuk kemerdekaan mereka.
Sebenarnya, isu mengenai Papua Barat memang sudah lama menjadi hal sensitif dalam riwayat sejarah panjang negara Indonesia. Hal tersebut bermula sejak keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 24 Desember 1949 hingga kemudian Papua Barat meraih kemerdekaan dari Belanda dan bergabung dengan NKRI.
Namun hasil dari KMB waktu itu sebenarnya juga menyisakan sebuah permasalahan yang belum tuntas, yakni mengenai status Papua atau Irian Barat. Persoalan ini seolah menjadi bom waktu bagi Indonesia juga rakyat Papua sendiri.
Baik Indonesia maupun Belanda sama-sama ngotot merasa lebih berhak atas tanah Papua Barat. Bagi Belanda, Papua bagian barat, atau yang mereka sebut Netherlands New Guinea, bukanlah bagian dari kesatuan wilayah yang harus dikembalikan kepada Indonesia.
Salah satu alasan Belanda adalah karena orang-orang asli Papua memiliki perbedaan etnis dan ras dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Maka dari itu, mereka ingin menjadikan Papua bagian barat sebagai negara tersendiri di bawah naungan Kerajaan Belanda.
Hadirnya deklarasi ULMWP tentu seharusnya menjadi warning bagi Pemerintah Indonesia meskipun peneliti isu-isu Papua dari University of Melbourne, Dr Richard Chauvel menilai pengumuman pembentukan pemerintahan sementara ini tidak akan banyak mengubah keadaan. Khususnya terkait kontrol Pemerintah Indonesia di Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Sangat kecil kemungkinannya Pemerintah Sementara ini benar-benar akan terlaksana secara nyata di Papua saat ini atau dalam waktu dekat,” kata Dr Richard Chauvel kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia.
Yahh, meskipun begitu sudah seharusnya bagi pemerintah untuk melakukan koreksi atas apa yang terjadi dan dialami oleh rakyat Papua. Pemerintah tidak bisa terus menerus menutup mata dengan apa yang terjadi disana. Jika memang Papua masih dikehendaki sebagai wilayah Indonesia, sudah seharusnya pemerintah tidak menganak tirikan Papua dalam segala sektor.