DALAM beberapa titik persoalan, budaya masyarakat Indonesia yang sering kita sebut “Pakewuh” justru seringkali terlalu membuat sekat pembatas bagi seseorang untuk menyampaikan pendapat dan pemikirannya. Namun setidaknya, hal tersebut kini ditunjukkan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahwa dalam beberapa hal kita memang perlu menanggalkan rasa “Pakewuh” tersebut.
Belum lama ini Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tanpa tedeng aling-aling berani menyalahkan seorang menteri. Dan menteri kali ini pun bukanlah menteri biasa, melainkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Kali ini Ridwan Kamil yang biasa disapa Kang Emil tersebut dengan berani mengatakan bahwa kekisruhan mengenai kerumunan yang ditimbulkan oleh Habib Rizieq Shihab bermuara pada statemen awal yang disampaikan oleh Mahfud MD yang menyebut bahwa penjemputan HRS itu sebenarnya diizinkan.
Hal itu menjadi tafsir dari ribuan orang yang datang ke Bandara Soekarno-Hatta, selama tertib dan damai, kegiatan itu dibolehkan. Seolah ada diskresi (pengecualian) dari Mahfud MD terhadap kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sedang diterapkan.
Seperti kita ketahui bahwa sebelumnya bahwa atas kasus tersebut, Kang Emil telah memberikan keterangan kepada pihak kepolisian. Sebelum itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga telah dipanggil dan memberikan keterangannya. Hanya saja, Ridwan berkaitan dengan kerumunan massa di Puncak, Jawa Barat, sedangkan Anies untuk yang terjadi di Jakarta.
Dalam hal ini, saya yakin bahwa Kang Emil merasa kurang puas dan akhirnya memilih menyuarakan suara hatinya mengenai kenapa hanya Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat yang diperiksa. Padahal, karena Bandara Soekarno-Hatta berlokasi di Tangerang, Provinsi Banten, seharusnya Gunbernur Banten pun ikut dimintakan keterangan.
Tak tanggung-tanggung, bahkan Kang Emil pun meminta Mahfud MD harus bertanggung jawab atas rentetan kekisruhan tersebut. “Tidak hanya kami-kami kepala daerah yang dimintai klarifikasi ya,” ucap Kang Emil.
Dalam konteks menyampaikan suara tersebut, Kang Emil tentu sudah mempertimbangkan secara matang bahwa pernyataannya kali ini tentu akan sangat mudah ditafsirkan oleh masyarakat sebagai bentuk perlawanan meskipun sejatinya ia hanya menuntut keadilan saja.
Bagaimanapun juga, Emil telah memberi contoh bahwa seorang pejabat di daerah tidak perlu takut kepada pejabat pusat, jika merasa punya alasan yang kuat. Bahkan bagi para menteri pun, hal ini seharusnya juga menjadi pelajaran untuk lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan, meskipun dalam posisi lagi ditanya para jurnalis yang menghendaki jawaban spontan.
Meskipun begitu, kita tentu menginginkan agar hubungan Ridwan Kamil dan Mahfud MD tak akan berubah dan terganggu baik secara personal maupun urusan kedinasan. Meskipun begitu, dalam hal ini tentu kita telah disodorkan sebuah peristiwa yang secara eksplisit mengatakan bahwa dalam titik tertentu, “Pakewuh” memang perlu ditanggalkan.