Membumikan Peringatan Hari Jadi Pati; Sebuah Catatan dari Beberapa Tulisan (24)

Gunung Patiayam yang berabad-abad ”membisu” ini sebenarnya menyimpan banyak misteri (Foto:SN/aed)


SAMIN-NEWS.COM  KETINGGIANNYA hanya sekitar 350 meter di atas permukaan laut (DPL), berada di balik lereng timur-selatan Gunung Muria memang beraabad-abad hanya ”membisu” setelah Muria meletus sekitar abad X. Akan tetapi di balik kebisuannya itu, ternyata menyimpan banyak misteri, termasuk satu di antaranya lereng  ujung barat gunung tersebut.
Tepatnya, di Desa Klaling, Kecamatan Jekulo, Kudus yang secara kewilayahan pada masa tidak ada lagi Kadipaten Pati sekitar Tahun 1666 hanya ada dua Katemenggungan, yaitu Katemenggungan Kulonan dan Wetanan dengan tujuh Kademangaqn. Satu di antara wilayah Ketemenggungan Kulonan, yaitu Kademangan Tenggeles.
Jauh pada masa awal berdirinya pusat pemerintahan Kadipaten Pati Pesantenan di Kemiri, atau jauh sebelum terjadi kekosongan wilayah pemerintahan kadipaten, di Klaling atau wilayah di balik bukit kecil lereng barat Patiayam hidup seorang yang terkenal dengan panggilan Empu Sumali, adik seperguruan Empu Suwarno di Ngagul. Dua orang ”dugdeng samaladeng” inilah yang bersekutu, membantu Kembang Joyo dan Dalang Soponyono saat membuka alas Randu Gumbolo atau alas Kemiri.
Sayangnya, Empu Sumali yang sampai saat ini namnya disebut sebagai cikal bakal Desa Klaling dengan panggilan, Eyang Sili,  keburu ”milik barang sing melok” Begitu melihat maju pesatnya Kadipaten  Pesantenan di bawah Adipati Kembang Joyo dengan kondisi alamnya yang subur makmur, muncul maksud dan niat buruknya untuk makar dengan cara ngombyongi warga di beberapa kademangan.
Alasan yang dijadikan dasar melawan kekuasaan Kembang Joyo, karena adipati itu dalam menjalan roda pemerintahan dianggap semena-mena banyak menimbulkan kerugian di masyarakat, dan situasi dan kondisi wilayah tidak aman. Di mana-mana sering terjadi perampokan dan pembegalan yang sebenarnya semua itu sengaja diciptakan oleh Empu Sumali.
Apalagi setelah berhasil mencuri pusaka ”piandel” Pati, Khuluk Kanigoro dan Keris Rambut Pinutung yang penyimpanannya menjadi tanggung jawab Empu Bakri, maka Sumali merasa optimists. untuk bisa berluasa sebagai Sedangkan alasan mendasar yang dijadikan mewujudkan harapannya, tak lain karena Adipati Kembang Joyo sampai bertahun-tahun tidak pernah memenuhi janjinya untuk menyerahkan hadiah Bumi Bothak Kulon Negara atas jasanya kala ikut membabat Alas Kemiri.
Padahal putra Kembang Joyo satu-satunya, Raden Tombronegoro mulai beranjak akhilbaliq besok kalau harus menggantikan kedudukan orang tuanya, janji hadiah itu pasti dilupakan. Berontaklah Sumali atau Eyang Sili bersama para pengikutnya, dan berhasil menguasai pusat pemerintahan Kadipaten Pati Pesantenan, di Kemiri.
Akibatnya, Kembang Joyo dan patihnya dengan mempertikbangkan agar kerusuhan yang dilakukan Sumali tidak menimbulkan banyak kerusakan atas wilayah yang sudah dengan susah payah dibangunnya, maka keduanya lebih memilih untuk mengungsi. Tempat yang dipilih, tentu saja di kediamannya Empu Suwarno yang kala itu masuk Kademangan Selowesi, dan baru belakangan tempat kakak seperguruan Sumali, disebut sebagai Ngagul hingga sekarang ini (bersambung)
Previous post Himpun Iuran Anggota untuk Beri Bingkisan Warga Kurang Mampu
Next post DKP Pati Selalu Terapkan Program Makan Ikan

Tinggalkan Balasan

Social profiles