SAMIN-NEWS.com, PATI – Sebuah prasasti bernama Wihara I Wunandaik ditemukan oleh Jai warga Desa Payak, Kecamatan Cluwak, Pati. Prasasti ini ditemukan di area hutan, tepatnya di Desa Pangonan, Kecamatan Tlogowungu.
Menurut Jai, yang sekaligus ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jatidiri ini mengatakan pada sekitaran pegunungan Mauria (Muria) setidaknya selain prasasti tersebut masih dimungkinkan ada banyak sekali peninggalan sejarah pada jaman Jawa atau Nusantara kuno.
“Prasasti dimungkinkan masih terdapat 94 titik, pada area Pegunungan Mauria yakni pada masa Majapahit kuno semasa kerajaan Kalingga,” ujarnya saat ditemui di kediamannya kepada Saminnews, Senin (11/1/2021).
Jai mengungkapkan bahwa prasasti ditemukan di area hutan pangonan. Dan mengapa disebut prasasti Prasasti Wihara I Wunandaik, sebab hal ini secara definif yaitu terkait pembagian wilayah. Pada tulisan prasasti tersebut menggunakan jawi kuno. Serta material yang digunakan terbuat dari bahan lempeng tembaga.
Usia prasasti ini termasuk pada kekuasaan Dinasti Sanjaya yang berkuasa di wilayah utara Jawa. Karena, menurut pembagiannya untuk di wilayah selatan merupakan daerah kekuasaan Dinasti Syailendra yang sekarang Semarang-Jogjakarta, Purworejo dan sekitarnya.
Prasasti Wihara I Wunandaik ini sudah ditemukan sudah hampir dua dasawarsa. Selama itu pula pihaknya menjaga dan memelihara serta disimpan dengan rapi di rumahnya. Pada area penemuan prasasti itu dinilai masih terdapat beberapa peninggalan yang belum terungkap.
“Ini (Prasasti Wihara I Wunandaik, red) ditemukan sekitar tahun 97-98. Dan dimungkinkan disekitarnya masih ada peninggalan, seperti tulisan (daun lontar) dan pada batu lainnya,” Jai menjelaskan.
Meski demikian, dari penemuan pertama hingga kini tidak ada i’tikad yang serius dari pemerintah. Pasalnya, meski ada penelitian, hal itu hanya semacam publikasi semata. Tidak benar-benar serius menggali informasi yang berkaitan.
“Dari pemerintah yaitu dari Dinas Purbakala Jateng yang pusatnya Prambanan itu cuma publikasi gak ada tindak lanjut untuk melestarikan secara sungguh-sungguh, misal penelitian yang memadai. Daripada cuma publikasi mending gak usah,” sambungnya.
Oleh sebab itu, pihaknya menegaskan disana setelah terkuak informasi, barulah bisa dipublikasikan. Bahkan dalam upaya perawatan yang dilakukannya itu, pihaknya menggunakan biaya pribadi serta hasil swadaya bersama dengan komunitas LSM yang digeluti.