PENYEBARAN Covid-19 di Indonesia masih kian mengganas, bahkan ia secara langsung terus-menerus mengahajar garda terdepan kita dengan angka kematian tenaga kesehatan yang masih kian tinggi. Menurut data Laporcovid-19 per 20 Januari saja telah mencatat 626 tenaga kesehatan yang telah gugur di bulan pertama tahun 2021 ini.
Kematian demi kematian tersebut tentu tidak bisa dimaknai sebagai sebuah data statistik saja. Sebab, kematian tenaga kesehatan secara tidak langsung tentu menyiratkan pertanda bahwa penanganan pandemi di Indonesia masih begitu kedoroan bahkan cenderung gagal melindungi tenaga kesehatan sebagai garda terdepan penanganan Covid-19.
Parahnya lagi, diberbagai daerah masih seringkali ditemukan berbagai pelanggaran hak tenaga kesehatan seperti kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) hingga santunan kematian terhadap tenaga kesehatan yang gugur yang tidak diberikan.
Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia (IDI), setidaknya 504 tenaga kesehatan telah gugur dalam rentang waktu bulan Maret hingga Desember 2020 lalu dan hanya 194 ahli waris yang sudah menerima santunan dari pemerintah.
Beberapa waktu lalu, pemerintah seolah menggadang-gadang vaksin Sinovac sebagai salah satu bentuk perlindungan terhadap tenaga kesehatan yang ada di Indonesia. Padahal pada kenyataannya, proses tersebut ternyata belum merata seperti yang terjadi di Bekasi.
Hal ini kemudian diperparah dengan munculnya kejadian lainnya dimana sejumlah tenaga kesehatan dilaporkan mangkir pada tahap pertama penyuntikan, aplikasi pendaftaran vaksinasi yang bermasalah, nakes yang tidak memenuhi syarat karena kondisi kesehatan hingga keraguan di benak tenaga kesehatan terhadap vaksin yang efikasinya ‘hanya’ sejengkal di atas ambang kelulusan WHO tersebut.
Berdasarkan berbagai fakta tersebut, tentu pemerintah seharusnya dapat mengerti bahwa vaksin Sinovac tentu tidak bisa diandalkan dalam hal memberikan perlindungan kepada seluruh tenaga medis yang ada di Indonesia, terlebih terhadap vaksin yang statusnya masih perlu dipertanyakan seperti itu.
Di tengah kondisi yang semakin menggila seperti sekarang ini, tentu kita tidak membutuhkan lagi proses mitigasi wabah seperti yang dilakukan pemerintah sebelumnya seperti penerapan 3T yang jauh dari kata optimal serta karantina wilayah dan pembatasan sosial yang rasanya begitu abal-abal.
Mitigasi pandemi yang sungguh-sungguh dan memastikan ketersediaan sumber daya, fasilitas, jam kerja, hingga insentif bagi tenaga kesehatan adalah satu-satunya cara bagi Pemerintah untuk menebus dosa atas ratusan nyawa yang telah gugur di garis terdepan. “Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi” tak ada artinya terus didengungkan apabila Pemerintah masih gagal melindungi tenaga kesehatan.
Di akhir tulisan ini, tentu kita sangat perlu mengucapkan terima kasih yang sebenar-benarnya terhadap perjuangan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan penanganan pandemic Covid-19. Terima kasih pahlawan kesehatan Indonesia, jasamu abadi !