SECARA resmi Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2020-2024. Dalam Perpres ini disebutkan dengan jelas mengenai pembangunan komponen cadangan (Komcad) untuk meningkatkan kemampuan pemerintah.
Atas dasar itulah Kementerian Pertahanan akan merekrut masyarakat untuk menjadi Komponen Cadangan Angkatan Bersenjata atau bisa disebut dengan Komcad.
Lalu apa dan bagaimana Komcad tersebut? Apakah secara prinsip bisa dikatakan serupa dengan wajib militer?
Menurut Juru Bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzhar Simanjuntak, Komcad tentu berbeda dengan wajib milier, sebab Komcad ini sendiri tidak diwajibkan dan bersifat sukarela. Selain itu, Komcad tersebut akan dijadikan sebagai tentara cadangan yang nantinya bisa digunakan ketika negara memang sedang membutuhkan.
Sederhananya, dalam regulasi yang masih sedikit abu-abu tersebut dijelaskan bahwa syarakat sipil dari berbagai kalangan, latar belakang pekerjaan, dan mahasiswa boleh mendaftar sebagai calon Komcad. Syarat umurnya adalah antara 18 sampai dengan 35 tahun.
Masyarakat yang mendaftar dan memenuhi syarat kemudian akan didiklat kemiliteran selama 3 bulan. Setelah lulus ia akan menjadi Komcad yang sewaktu-waktu jika negara membutuhkan bisa dimobilisasi oleh presiden atas persetujuan dari DPR.
Jika kita menilik dari timeline sejarah Indonesia, saha untuk menjadikan sipil sebagai militer ini dulunya juga pernah diusulkan oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI sekitar 56 tahun yang lalu dengan apa yang disebut sebagai Angkatan Kelima.
Kala itu, Ketua Comite Central PKI DN Aidit pada tanggal 14 Januari 1965 pernah mengusulkan untuk mempersejantai golongan buruh dan petani menjadi apa yang disebut dengan Angkatan Kelima.
Nama Angkatan Kelima ini muncul karena pada tahun 1962 Indonesia sudah punya empat angkatan yakni TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian yang pada waktu itu diintegrasikan dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI.
Saat itu, Angkatan Kelima saat itu diposisikan tak ubahnya seperti komponen simpanan atau cadangan, yang diusulkan bersamaan dengan Konfrontasi Dwikora Ganyang Malaysia. Konfrontasi tersebut membutuhkan banyak sukarelawan untuk masuk ke Malaysia, yang dicap Sukarno sebagai negara boneka buatan neokolonialis.
Hal tersebut tentu berbanding terbalik dengan Komcad yang sedang digodok regulasinya oleh pemerintah saat ini. Sebab pembentukan Komcad di era ini justru dilakukan saat negara sedang tidak berlawanan dengan siapa-siapa.
Selain itu ada pula hal yang cukup berbeda antara Komcad dan Angkatan Kelima besutan Aidid. Pada masa itu ide pembentukan Angkatan Kelima justru ditolak oleh Angkatan Darat, sementara Komcad di era Jokowi kali ini justru sangat didukung oleh jajaran TNI.
Dalam konteks ini, pertanyaan yang perlu dimunculkan sebenarnya apakah Indonesia memang begitu mendesak untuk diadakan?