KETIKA pemerintah mewacanakan program penggantian sertifikat tanah menjadi sertifikat elektronik, pertanyaan yang muncul dalam hati kecil saya adalah “Iki tenan opo guyon? Ngurusi E-KTP wae ora beres. Lha iki kok malah aneh-aneh?”
Kabar ini berawal dari terbitnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (Permen ATR) Nomor 1/2021 tentang Sertifikat Elektronik yang akan mulai berlaku pada 2021.
Kebar ini sontak menyita perhatian masyarakat. Rata-rata dari mereka justru menyangsikan keamanan sertifikatnya ketika dipegang oleh negara.
Menanggapi hal itu, staf khusus Menteri ATR BPN Bidang Kelembagaan Teuku Taufiqulhadi menjelaskan sertifikat tanah tidak dikumpulkan begitu saja, tapi akan ditukar menjadi sertifikat elektronik.
“Tidak persis demikian. Tapi persisnya adalah ditukar. Ditukar antara sertifikat manual (hard copy) dengan sertifikat elektronik,” jelasnya.
Selain itu ia juga menjelaskan mengapa sertifikat tanah harus digantikan menjadi sertifikat elektronik yang tak lain sebabnya adalah mengenai keamanan.
“Kenapa? sertifikat manual itu sangat tidak aman. Mudah hilang, mudah diambil orang dan mudah digandakan,” ujarnya.
Sebenarnya apa yang disampaikan oleh Teuku Taufiqulhadi tersebut memang ada benarnya. Akan tetapi masyarakat tentu bisa membaca pola komunikasi yang selalu dipakai oleh pemerintah.
Ya, betul sekali sekali. Jurus “Bikin saja dulu hasil belakangan” memang selalu dipakai oleh pemerintah di negeri kita ini. Tentu masih sangat lekat dalam ingatan kita mengenai E-KTP yang hingga kini secara fungsi saja masih sangat belum sesuai dengan ekspektasi.
Itu baru secara fungsi, belum lagi masalah kasus korupsi yang menyertai proses pengadaan E-KTP waktu itu. Jadi tentu tidak berlebihan rasanya jika kali ini masyarakat benar-benar merasa ragu akan program yang didengungkan pemerintah mengenai pertanahan kali ini.
Sederhananya masyarakat itu terlalu jengah dengan kelakuan pemerintah selama ini. Selain itu, pemerintah seharusnya tidak perlu se-ngoyo itu untuk terkesan membuat inovasi dan pembaruan untuk membuat masyarakat terkesan.
Lha kan sebenarnya masih ada segudang PR dari regulasi dan kebijakan sebelumnya yang belum tuntas, ini kok malah aneh-aneh pingin menambah pekerjaan saja. Selain itu meskipun ini era modern, tentu tidak semua hal perlu didigitalisasi kan? Toilet misalnya, toilet kan ya tidak perlu dibuat toilet elektronik juga to? Masa iya kalian mau tiba-tiba kesetrum saat lagi buang hajat?
Katanya pemerintah, ini kok malah lucu? Mending dadi pelawak ae po?