SAMIN-NEWS.com, PATI – Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin), Riyoso menanggapi terjunnya harga singkong di Kabupaten Pati. Bahwa hasil bumi yang satu ini, sudah lama menurun dan sudah lupa bagaimana caranya untuk kembali stabil.
Riyoso menyebutkan menurunnya harga singkong adalah imbas dari pandemi. Pasalnya, mengganggu aktivitas perekonomian di bidang industri singkong diolah jadi tepung tapioka. Sehingga menyebabkan, pangsa permintaan pasar juga terganggu.
Ia menjelaskan, kondisi turunnya harga hasil petani ini, bukan hanya singkong. Tetapi, hampir semua jenis komoditas juga mengalami hal serupa. Di tengah pandemi seperti ini, perekonomian jelas tersendat, yang menyebabkan harga tidak stabil.
“Harga singkong di Pati turun itu karena pandemi belum berakhir. Bukan hanya singkong saja yang turun, komoditas lain juga demikian,” kata Riyoso kepada Samin News, Sabtu (13/3/2021).
Lebih lanjut, kata dia harga singkong dari petani dijual dengan harga normal di kisaran Rp2 ribu per kilogram. Sedangkan sekarang, rata-rata kisaran Rp1,4 ribu per kilogram ke industri.
Menurunnya harga singkong bukan karena pasokan stok melimpah, tetapi faktor utama disebabkan lantaran pandemi yang belum berakhir. “Sebab, kalau faktor stok melimpah, jelas ini bukan waktu panen raya. Pasalnya biasanya di bulan ke delapan baru panen,” jelasnya.
Akan tetapi, Riyoso juga tidak menampik adanya sebab lain. Yaitu, permintaan tepung tapioka hasil dari pengolahan singkong tidak begitu ramai. Berbeda jika kondisi permintaan yang banyak, akan mengakibatkan harga bisa saja lebih tinggi.
“ni juga ditambah faktor penjualan tepung tapioka dimana permintaan pasar menurun, lantaran pandemi. Biasanya, tepung tapioka di kirim ke Surabaya dan sekitarnya di Jawa Timur juga ke Bandung Jawa Barat,” tutupnya.