Yang Jelas Indonesia Belum Butuh “Silicon Valley”

DALAM beberapa tahun terakhir, Indonesia bisa dikatakan begitu semangat perihal membangun maupun merencanakan berbagai infrastruktur seperti tol, jembatan, waduk dan lain sebagainya. Seperti saat ini, meskipun dalam masa pandemi Indonesia masih begitu terasa semangatnya dalam urusan berbagai pembangunan infrastruktur.

Yang terbaru, Indonesia berencana membuat Silicon Valleynya Indonesia yang diberi nama “Bukit Algoritma” yang akan dibangun di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Silicon Valley sendiri merupakan pusat inovasi dan tempat yang menjadi saksi berbagai start-up di bidang teknologi yang kini rata-rata telah menjelma sebagai perusahaan raksasa di dunia. Setidaknya 2000 perusahaan teknologi seperti Google, Apple, Tesla, Facebook, Twitter, maupun Netflix berhasil ditampung di kawasan Silicon Valley yang bertempat di selatan San Francisco, California, Amerika Serikat (AS).

Berbicara mengenai Silicon Valleynya Indonesia yang diberi nama Bukit Algoritma tersebut, proyek ini seringkali dikatakan sebagai proyek yang tidak jelas. Dilansir dari berbagai media, kepala Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan bahwa ada beberapa catatan Silicon Valley yang dimiliki Indonesia tidak menunjang sebuah pembangunan inklusif.

Yang pertama adalah ekosistem research and development (R&D) atau riset dan pengembangan Indonesia masih sangat rendah.  Catatan kedua adalah sumber daya manusia yang belum mencukupi untuk masuk ke industri 4.0. Terakhir, ketimpangan digital masih tinggi dalam hal keahlian dan penggunaan produk digital. Selain itu juga terdapat keraguan di tempat Bukit Algortima berdiri, yaitu di Sukabumi Jawa Barat.

Dalam titik ini, siapapun tentu akan dengan mudah mengatakan bahwa proyek ini adalah proyek yang begitu ambisus mengingat repotnya negeri ini yang kini sedang berjibaku dengan urusan penanganan pandemi Covid-19.

Selain itu kini justru tersiar kabar kurang mengenakkan mengenai proyek kontroversial tersebut. di antara tiga pemegang proyek ini, ada satu badan usaha yang tidak diketahui rekam jejaknya yaitu PT Kiniku Bintang Raya. PT Kiniku Bintang Raya tidak diketahui sepak terjangnya meskipun telah melakukan penelusuran di mesin pencari Google dan media sosial, namun tidak menemukan identitas perusahaan.

Bagaimana mau lancar proyek senilai 18 triliun jika salah satu PT yang membangunnya tidak memiliki kejelasan identitas dan transparansi yang bisa di akses oleh siapapun?

Dan yang terpenting sejauh ini rasanya Indonesia belum begitu membutuhkan proyek tersebut. Masih banyak hal yang harus di kejar oleh Indonesia daripada merealisasikan proyek semacam ini, seperti fokus dalam menangani covid atau fokus membetulkan design ibukota baru misalnya.

Previous post Disporapar Jateng Gelar Kunjungan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Pati
Next post Parkir Kendaraan Pengunjung Pasar Sleko Difasilitasi Peneduh

Tinggalkan Balasan

Social profiles