Sebuah bagan yang menampilkan catatan terbentuknya pemerintahan Kadipaten Pati Pesantenan, masing-masing ditampilkan dalam lingkaran. bergambar Yakni, gambar tokoh pendiri, pusaka yang menjadi piandelnya, dan masa tahun berdirinya.(Foto:SN/aed)
SAMIN-NEWS.COM SEMENTARA kalangan ada yang berpendapat bahwa sejarah itu kesepakatan berbohong para penguasa pada masanya, karena lebih mengutamakan sisi kepentingan politis. Sehingga para pewarisnya pun secara turun temurun akhirnya menjadi pewaris kebohongan sejarah itu sendiri
Karena itu, dalam momentum peringatan Ke-696 Hari Jadi Pati tahun ini, penulis mencoba membaca kembali tentang asal-usul berdirinya pemerintahan Kabupaten Pati.Apakah catatan tersebut berisi tentang kesejarahannya atau hanya sekadar sebuah cerita tutur tinular, karena kita ini mema, kebeng sadar sebagai generasi gagap akan sejarah kita sendiri.
Apalagi, suatu kebohongan yang harus disebut-sebut atau dilakukan berulang-ulang akhirnya diamini sebagai kebenaran. Dengan demikian, khusus untuk kebenaran sejarah tersebut biarlah terkubur dalam-dalam oleh para pelaku sejarah itu sendiri, dan hal itu sudah barang tentu membuat para ahli sejarah harus banyak membuat catatan mana yang merupakan kebohongan sejarah dan mana yang kebenaran sejarah.
Jika bicara tentang catatan berdirinya pemerintahan Kabupaten Pati, konon menurut cerita tutur maupun catatan-catatan yang ditulis para pencatatnya sesuai versi dan kapasitas masing-masing, berasal dari penggabungan dua kadipaten yang pada awalnya saling berseteru. Yakni, Kadipaten Carangsoko yang wilayah kekuasaannya di sisi utara Bengawan Silugonggo atau selama ini juga dikenal sebagai Kali Juwana.
Sedangkan satu wilayah kekuasaan kadipaten lainnya, yaitu Paranggaruda berlokasi di sisi selatan alur Kali Juwana. Ancar-ancar angka tahunnya, ya sekitar 1292, atau menjelang berakhirnya abad XIII. Angka tahun tahun tersebut sebuah kebenaran atau kebohongan acuannya hanyalah cerita tutur, tapi kalau dikaitkan dengan sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit, rentang waktunya tidaklah teramat panjang.
Sebab, Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit itu tanggalnya 10 November 1293, atau 1215 Tahun Saka. Masih dalam cerita tutur tinular, konon betdirinya Kadipaten Carangsoko dengan Adipatinya Puspahandumjaya dan Kadipaten Paranggaruda Adipatinya Yudhapati, karena masa itu Kerajaan Pejajaran mulai runtuh.
Demikian pula Kerajaan Singasari juga sudah surut, dan Majapahit belum berdiri, maka di pesisir utara sekitar kawasan Gunung Muria dan di kawasan Pedgunungan Kendeng, muncul penguasa lokal yang mengangkat dirinya sebagai Adipati. Seperti biasa, dalam cerita tutur sebagai pemanis gambaran narasinya bahwa kedua kadipaten tersebut hidup rukun, saling menghormati dan sudah pasti saling menghargai.
Untuk semakin meningkatkan dan melestarikan kerukunannya itu, kedua adipati tersebut bersepakat mengawinkan putra-putrinya. Adipati Carangsoko Puspaandumjaya sebagai pihak putri, yaitu Rayungwulan, dan Adipati Paranggaruda Yudapati sebagai pihak laki-laki dengan putranya, Jasari (bersambung)