Idul Fitri dan Larangan Mudik : Pertahanan Terakhir Pada Diri Masing-masing

SEBULAN penuh umat muslim di seluruh dunia dipaksa menjalankan ibadah dalam suasana yang berbeda. Tahun lalu pun kita mengalami hal yang sama, namun tahun ini suasananya sungguh berbeda.

Tahun lalu, larangan mudik lebih dipatuhi karena kekhawatiran kita yang begitu tinggi akan penyebaran Covid-19 yang belum begitu kita pahami.

Namun tahun ini berbeda, larangan mudik bak membentur tembok. Entah karena kejenuhan atau mungkin karena merasa lebih aman berkat vaksin dan klaim kemampuan pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19.

Terkait larangan ini, memang banyak orang yang memilih tidak mudik karena mempertimbangkan keselamatan, kesehatan, dan kehidupan bersama. Meskipun begitu, bukan berarti tidak banyak pula yang memilih untuk abai dengan larangan tersebut.

Di berbagai lini masa media sosial, foto maupun video mengenai rombongan pemudik yang beberapa kilometer panjangnya dan memaksa ingin menerobos di tengah larangan merupakan gambaran ketidakpatuhan. Sebuah cermin yang begitu membahayakan.

Polisi dan aparat keamanan kemudian mengambil diskresi untuk meloloskan lantaran menghindari kerumuman. Pemeriksaan di pos berikutnya jadi andalan pencegahan. Semoga benar-benar dilakukan.

Namun jika ternyata tidak dilakukan dan justru diloloskan hingga kampong halaman, bagaimana sikap kita menghadapi situasi semacam ini?

Sebelum menyatakan pernyataan sikap, mari kita simak data yang dihimpun oleh Kepolisian Repulik Indonesia.

Polri melakukan tes acak terhadap masyarakat yang melakukan perjalanan selama larangan mudik. Datanya, 4 dari 6 terdeteksi positif Covid-19. Angka persisnya, dari 6.742 yang diuji secara acak, 4.123 di antaranya positif Covid-19.

Dari data yang mencengangkan ini, 1.686 orang direkomendasikan untuk isolasi mandiri dan 75 orang dirawat di rumah sakit. Penjelasan berhenti di sini. Tidak jelas sisa 2.362 orang positif diapakan. Klarifikasi tidak diberikan.

Anggap saja, data ini benar. Ada 2.362 orang positif Covid-19 ini bisa melanjutkan perjalanan sampai kampung halaman.

Sampai disini bagaimana pernyataan sikap kita menanggapi fenomena tersebut tentu semakin terang benderang. Yakni, pertahanan terakhir ada pada diri kita masing-masing.

Previous post Gandeng Influencer, Bupati Ajak Promosikan Potensi Blora
Next post Zona Oranye, Bupati Pati Belum Izinkan Wisata Buka saat Lebaran

Tinggalkan Balasan

Social profiles