SUNGGUH lucu fenomena di negeri kita yang tercinta ini. Yang terbaru, Indonesia kini tengah dihadapkan dengan polemik 75 pegawai lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Permasalahan tersebut pun kian memanas pasca KPK mendepak 51 dari 75 pegawai yang tak lulus tes TWK tersebut.
Hal ini pun sontak menjadi perhatian semua pihak lantaran 51 pegawai yang diberhentikan tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penuh dedikasi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Di tengah kekacauan tersebut, sebenarnya terselip sederet hal lucu nan ironis yang mengikuti bergulirnya permasalahan ini. Mulai dari pertanyaan-pertanyaan konyol yang muncul pada Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tersebut, hingga Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) yang justru dicap kadrun setelah bersuara membela 75 pegawai KPK yang gagal tes wawasan kebangsaan (TWK).
Kurang lucu apa lagi? Apa masuk akal ketika dalam TWK justru muncul pertaanyaan pilih Pancasila atau Alquran? Bahkan ketika Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyatakan bahwa pihaknya turut prihatin dengan gagalnya 75 pegawai KPK pun justru dicap kadrun.
Kadrun model apa lagi ini? Setau saya, jauh sebelum kejadian ini mengemuka, istilah kadrun sendiri muncul dan populer sejak tahun 2018 lalu. Dalam hal ini kata kadrun sendiri merupakan stigmatisasi yang disematkan pada kelompok tertentu.
Pada beberapa kesempatan, kata kadrun juga seringkali distigmakan sebagai “kadal gurun” atau sederhananya adalah mereka yang terkesan lebih mementingkan agama Islam yang dengan sengaja ingin merongrong keberadaan negara dan Pancasila.
Tapi ingat, itu hanya stigatiasasi saja. Bayangkan saja, jika memang benar stigma tersebut, lantas PGI ini kadrun model apa? Kadrun cabang nasrani?
Yah, dari sini kita tentu lebih dapat memahami siapa yang sebenarnya ingin menggerogoti dan dan siapa yang benar-benar ingin menyelamatkan lembaga antirasuah tersebut.