Membumikan Peringatan Hari Jadi Pati;Sebuah Catatan dari Beberapa Tulisan (8)

SAMIN-NEWS.COM  KIRANYA tidaklah berlebihan jika penulis juga menggagas hal kecil, karena gagasan tersebut juga untuk anak-anak kecil, maksimal di kalangan generasi melenial yang sampai saat ini maih duduk di bangku SMA. Dasarnya, karena mereka ini yang selalu digaungkan bahwa anak-anak dan remaja adalah harapan masa depan pemilik sah daerah Pati, dan republik ini.

Akan tetapi jika dalam hajat besar prosesi Hari Jadi Pati tahun ini dipandang kurang tepat bila dilibatkan secara langsung dalam agenda tersebut, paling tidak pihak yang berkompeten secara sadar menyedia media terbuka agar mereka mengekspesi dan mengeksplorasi imajinasinya. Semisal, digelar panggung gembira untuk anak-anak dan remaja yang tidak mengurangi maksud serta tujuan penyelenggaraan prosesi.

Sebab, hal tersebut bisa digelar praproses atau hingga pascaprosesi, karena setelah peringatan Ke-696 Hari Jadi Pati, masih ada rangkaian peringatan hari besar lainnya. Yakni, HUT Ke-74 Kemerdekaan RI, tanggal 17 Agustus 2019. Tentunya ini wajib dipikirkan oleh pihak yang berkompeten, karena jika dilaksanakan tidak bakalan mengganggu kegiatan para orang tua/ dewasa yang melaksanakan atau terlibat dalam prosesi Kirab ”Boyongan” (pindahan).

Apalagi, jika media tersebut hendak diwujudkan dalam bentuk seni-budaya, sekarang ini sudah ada Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS). Tentunya untuk mengangkat jerih payah para seniman melalui gerakan tersebut, sebenarnya bukan hal sulit sepanjang penyediaan fasilitas untuk menggear dan mengekspolarasi kemamampun para peserta didik yang berminat dan berbakat seni di Pati ini cukup banyak.

Lihat saja, bwrapa banyaknya dalang cilik yang masih duduk di bangku SD, SMP maupun SMA belum lagi dengan tampilnya grup-grup ketoprak SMP hasil aentuhan para personel GSMS. Selain itu banyak yang belajar seni melalui kegiatan privat di sanggar-sanggar, utamanya seni tari jumlah juga cukup banyak.

Hanya yang sangat disesalkan penulis, mengapa anak-anak dan para remaja yang sering dibanggakan sebagai aset masa depan yang mulai ”dibumikan” untuk lebih mengenal seni dan budaya daerahnya. Karena itu, jika ada di antara para orang tua yang berani menggalang terbentuknya media kreatif bagi anak-anak sebagai ajang kreasi putra-putrinya, patutlah kiranya untuk diacungan dua jempol.

Akan tetapi penulis berani memastikan, ”pasti tidak ada yang berani.” Alasannya pun klise, yaitu ”Lha apa  gunanya ada pemerintah seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, disuruh apa?”

Padahal yang diperlukan dalam mempersiapkan media itu, tak lain hanya panggung minimal dua bidang, perlengkapan sound system dan lighting. Khusus yang disebut terakhir dimanfaatkan untuk tampilan di malam hari, sehingga kalau dikaitkan dengan kapan dan di mana mereka harus ditampilkan, hal itu bukan persoalan.

Karena menyangkut penyediaan kelengkapan. dan bila anak-anak dan remaja yang diberi kesempatan berekspresi dan berekplorasi di bidang seni-budaya daerah, hal itu bisa digelar selama sepekan, mulai 1 s/d 6 Agustus. Sedangkan yang banyak memakan biaya tentuanya untuk kepentingan sewa panggung dan sund system.

Semua itu demi anak-anak, dan para remaja  seharusnya warga Pati hendaknya tidak takut jatuh miskan, asalkan mau guyub-rukun. Seperti guyub-rukunnya Pak Bupati Haryanto dalam ”Nata Praja Mbangun Desa.”(bersambung)


Previous post Sekda Buka Rakor TIK dan TIM Untuk Semua Desa
Next post 423 Mahasiswa UNDIP, KKN di 2 Kecamatan

Tinggalkan Balasan

Social profiles