SAMIN-NEWS.COM – MENCERMATI apa yang digagas dua anggota Komisi D DPRD Pati, Endah Sri Wahyuningti dan Djamari, tampaknya yang memungkinkan untuk diimplementasikan masyarakat di seluruh Kabupaten Pati, agar peringatan Ke-696 Hari Jadi Pati Tahun 2019 benar-benar bisa membumi, yaitu apa yang digagas Jamari. Salah satu di antaranya, adalah penyalaan ”damar sewu” pada malam hari.
Karena itu, penulis mencoba menguarai sekiranya ada masyarakat atau kelompok/komunitas yang tertarik sehingga suasana lain pada peringatan hari jadi kali ini. Dasar pertimbangannya, karena pihak panitia penyelenggara sudah mematok agenda yang sudah barang tentu tak bisa diubah, karena semua agenda kegiatan panitia sudah tersusun, dan menjadi bagian spesifikasi yang ditenderkan.
Dengan demikiian, kirab prosesi hari jadi semuanya menjadi hak wenang penuh rekanan pemenang tender proyek pengadaan jasa lainnya, untuk Kirab Proses Hari Jadi Pati yang jatuh 7 Agustus bulan depan. Akan tetapi, di luar itu masyarakat luas bisa mengagendakan partisipasi dan keikutsertaannya dalam bentuk lain.
Jika mau mengambil bentuk penyalaan ”damar sewu,” maka filosofinya harus ditarik pada tataran peradaban masa lalu, atau jauh sebelum peradaban dalam kehidupan di Pati, di mana masyarakatnya sama sekali belum mengenal enerji listrik temuan Thomas Edison tersebut. Semisal, penyalaan penerangan tradisional nenek moyang itu kita tarik ke tataran peradaban sekarang yang semua serba berenerji listrik, apakah masih relevan.
Maksudnya, itu hanya sebuah refleksi peradaban semata sehingga jika ada pihak yang mengihimpun dan melaksanakannya, waktunya cukup satu pekan mulai 1 s/d 7 Agustus saja.Untuk teknis pelaksanaannya, hal itu bukan hal sulit asal ada kemauan seluruh warga baik yang di pedesaan maupun di poerkotaan.
Bagaimana jika seua desa/mapun kota, masing-masing warga yang berdiam di pinggir jalan poros desa atau di jalan-jalan kampung bila malam setekah aktifitas warga mulai berkurang atau sekitar pukul 22.00 s/d 06.00 secara bersama-sama menyalakan damar sewu di depan rumah masing-masing.Untuk membuat penerangan perdaban kehidupan masa lalu itu juga bukan hal sulit, karena hanya dari bahan beberapa ruas batang bambu.
Demikian pula bahan bakarnya, tidak perlu harus dari minyak jarak tapi digantikan solar mapun bekas minyak goreng yang sudah terpakai(jlantah). Akan tetapi tidak hanya pada bagian itu, karena ada yang benar-benar inovatif berkait dengan penghematan pemakaian enerji listrik, mulai dari penerangan jalan umum (PJU) atau yang di teras-teras rumah warga, pada jam tersebut seluruhya harus dimatikan.
Untuk melakukan hal yang disebut terakhir, tentunya harus berkoordinasi dengan pihak PLN maupun Bagian Kelistrikan Dinas Pekerjaan Umum danTata Ruang (DPUTR) setempat. Hasilnya, pasti suasana malam hari di Pati akan benar-benar spektakuler, karena hanya diterangi ”damar sewu” buatan warga.
Lebih spektakuler lagi, jika dalam waktu sepekan seluruh PJU dimatikan mulai pukul 22.00 s/d 06.00 atau selama delapan jam , berapa enerji listrik yang bisa dihemat oleh PLN, kendati penerimaan PJU sedikit berkurang. Pertanyaannya, tinggal siapa masyarakat atau kelompok masyarakat yang berani memulai? Ini hal sederhana dan realistis, tidak perlu harus mengeluarkan banyak biaya karena masyarakat biasa membuat ”damar sewu” secara swadaya.(bersambung)