TIM Penyusun Sejarah Hari Jadi Pati dalam menggali dan merangkum data sejarahnya, ternyata lebih memilih untuk mengawalinya bahwa Kadipaten Pati pada masanya itu di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Bahkan, konon pada masa pemerintahan raja kedua kerajaan tersebut, Jayanegara, Adipati Pati kedua, Tambranegara disebutkan pernah hadir dalam pisowanan agung di kerajaan itu.
Peristiwa itu, konon juga disebutkan tertera dan dicatat dalam prasasti Tuhannaru, sebuah prasati yang terdiri dari delapan lempengan logam. Dengan demikian, salah satu nama dari sekitar 25 orang nayaka praja yang hadir dalam pisowanan agung tersebut bernama ”Pati-pati Pukapat.” Pisowanan agung sebagaimana tertera dalam psasasti yang sampai sekarang tersimpan di Museum Trowulan Mojokerto, Jawa Timur tersebut berlangsung pada Tahun 1323.
Dengan demikian, dalam pisowanan agung, di mana Raja Majapahit kala itu selain menambah gelar juga menetapkan pemberian sanksi hukum bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran, tidak terdapat nama nayaka praja maupun punggawa yang hadir, Raden Tambranegara dari Kadipaten Pati Pesantenan. Hanya saja ada nama ”Pati-pati Pukapat.” yang oleh tim diperkirakan sebagai nayaka praja asal Pati Pesantenan yang hadir dalam pisowanan agung di Majapahit kala itu.
Masih menggunakan angka tahun yang sama tim penyusun pun memperkirakan bahwa Adipati Tambranegara, akhirnya memindahkan pusat pemerintahan Kadipaten Pati Pesantenan dari Kemiri ke Kaborongan. Wilayah atau lokasi baru pusat pemerintahan ini sampai sekarang, masuk bagian dari Keluarahan Pati Lor, Kecamatan Pati.
Berpindahnya pusat pemerintahan Kadipaten Pati Pesantenan ke Kaborongan, maka ketika Adipati Tambranegara wafat, konon pun dimakamkan tak jauh dari kediamannya. Tepatnya, di belakang bekas Kantor BNI 1946 Pati, dan tiap peringatan Hari Jadi Pati, 7 Agustus, masuk dalam agenda rangkaian acara ziaraak, meskipun tidak diselenggarakan perayaan prosesi peringatannya.
Sebab, agenda prosesi perpindahan pusat pemerintahan dari Kemiri ke Kaborongan, ditetapkan hanya dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Dengan demikian, satu kali masa pemerintahan Bupati, maka satu kali pula berlangsung penyelengagaraan prosesi Hari Jadi Pati, di mana kali pertama Bupati yang harus menjalani prosesi tersebut adalah Bupati Sunarji (alm) di Tahun 1995, atau satu tahun sebelum berakhir masa pemerintahahannya.
Sebab, Tim Penyusun Sejarah Hari Jadi Pati di Tahun 1994, masih harus melaksanakan banyak agenda kegiatan, tidak hanya merampungkan penyusunan sejarahnya saja. Akan tetapi juga harus menyelenggarakan seminar dengan narasumber sejarawan dari Undip Semarang, di pendapa baru yang sudah selesai dibangun, dan menyelengarakan rapat-rapat bersama jajaran legislatif untuk menyusun peraturan daerah (Perda) sebagai dasar penetapannya.
Barangkalai memilih latar belakang angka tahun untuk pencatatan sejarah hari jadinya, maka pada peringatan Hari Jadi Ke-698 Pati, banyak di antara unsur jajaran pemerintahan setempat, sudah lupa tanggalnya meskipun ingat bulannya, dan lebih memprihatinkan hal itu diikuti warga. Sehingga dalam menuliskan ucapan Hari Jadi Pati tersebut, baik yang disebar ke media sosial maupun melaui spanduk yang dipasang di mana-mana, sama sekali tanpa mencantumkan tanggal berapa itu Hari Jadi Pati? (bersambung)