SAMIN-NEWS.com, PATI – Sebagai generasi dan bupati penerus, Bupati Haryanto mengakui bahwa usia Kabupaten Pati adalah terhitung paling tua dibanding daerah lain. Lebih-lebih bila dibanding dengan kabupaten tetangga, seperti Kabupaten Rembang, misalnya, yang ternyata belum lama, sehingga patut kiranya disyukuri bersama.
Sedangkan salah satu saksi sejarahnnya sampai sekarang juga disebutkan masih ada, yaitu Ir H Haruman Anwar sebagai Tim Perumus Sejarah hari jadi tersebut. Tercatat yang bersangkutan pada puncak peringatan Hari Jadi Pati hadir pada acara yang sama dan juga di tempat tak berbeda, yaitu sebelum masa pandemi yang sudah berlangsung satu setengah tahun ini.
Tepatnya pada peringatan Hari Jadi Ke-696 di Tahun 2019, dan dalam kesempatan tersebut kehadirannya sebagai udangan untuk menerima tali asih dari panitia, seperti juga kehadirannya pada peringatan Hari Jadi Ke-698 Pati, tanggal 7 Agustus 2021 ini. Dalam kesempatan itu, Bupati Haryanto kembali menyerahkan tali asih kepada yang bersangkutan.
Akan tetapi, jika siapa pun yang ditunjuk dan ditetapkan sebagai panitia peringatan Hari Jadi Pati sedikit lebih jeli, sebenarnya masih ada pelaku dan saksi sejarah yang sampai saat ini juga masih ada, bahkan yang bersangkutan dari unsur jajaran legislatif. Yakni, H Sugiyono, Wakil Ketua DPRD Pati dari Fraksi PDI (Soerjadi) kala itu, karena PDI (P) Megawati (1994) belum eksis secara maksimal.
Hanya yang menjadi pertanyaan, apakah tidak pernah hadirnya mantan Wakil Ketua DPRD Pati periode 1992 -1997 dalam peringatan hari jadi tersebut, memang panitia lupa mengundangnya atau memang karena faktor unsur kesengajaan. Padahal, H Sugiyono sebagai pihak yang ikut dalam Tim Penyusunan Sejarah Hari Jadi Pati dari jajaran legislatif, sudah barang tentu ikut melakukan pembahasan Perda penetapan hari jadi tersebut.
Dengan demikian, jika disebutkan hal itu karena adanya unsur kesengajaan besar kemungkinan itu faktor paling dominan. Sebab, jika ditelusuri lebih jauh lagi, karena yang bersangkutan belakangan mencuatkan pernyataan-pernyataan blunder bahwa pada hakikatnya, bagian sejarah proses penyusunan dengan memasukkan jika Adipati Tambranegara pernah menghadiri pisowanan agung di Kerajaan Majapahit, adalah pendapat subjektif para penyusun.
Sebab, penyebutan nama-nama yang hadir dalam pisowonan agung itu sebagaimana dicantumkan dalam prasasti Tuhannaru, sebenarnya memang tidak pernah ada. Sedangkan yang disebutkan dalam prasasti berupa lempengan logam sebanyak delapan lembar itu dengan sebutan ”Pati-pati Pukapat”, adalah nama lain, dan yang jelas bukan Tambranegara.
Di sisi lain, mantan anggota DPRD itu sampai saat ini memang masih ada, dan juga pernah bersama komunitasnya mengkaji ulang lebih komprehensif lagi tentang sejarah Pati. Akan tetapi, hal itu kembali terbentur pada rumusan akhir, bahwa untuk memunculkan wacana pembanding tentang Sejarah Hari Jadi Pati yang sudah mucul lebih dahulu dengan Sejarah Hari Jadi versi pihaknya, tentu membutuhkan energi yang benar-benar ekstra. (habis)