BELAKANGAN pemberitaan mengenai penghapusan mural begitu sering bersliweran di lini masa media sosial maupun media massa. Mulai dari mural wajah Jokowi bertuliskan “404 Not Found” hingga mural dengan tulisan “dipaksa sehat di negeri yang sakit”.
Bukan hanya dihapus dengan menutup dengan cat, beberapa berita bahkan menyebut bahwa kini pihak kepolisian tengah memburu pembuat mural-mural tersebut.
Jika ada yang bertanya mengapa mural dengan isi kritik kepada pemerintah mendadak begitu ramai bahkan menjadi topik pembicaraan?
Hal ini tentu erat kaitannya dengan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap kondisi sekarang ini. Sederhananya, mural disini dijadikan sebagai medium untul berekspresi untuk menyampaikan keresahan.
Bahkan Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar menyebut bahwa respon aparat terhadap fenomena tersebut sungguh terlalu berlebihan.
Ia menyebut bahwa penghapusan bahkan penangkapan tersebut merupakan bentuk represi dan mengancam kebebasan sipil.
“Negara gagal menangkap keresahan publik. Reaktifnya negara dalam merespons ekspresi publik menunjukkan bahwa mereka tidak memerhatikan kondisi masyarakat di lapangan,” tuturnya dikutip dari Tempo.
Padahal apa salahnya mengekspresikan diri melalui karya mural? Terlebih jika karya tersebut dibuat dengan indah dan tidak melanggar ketentuan hukum apapun.
Saya sendiri memang percaya bahwa beberapa politisi dan aparat yang tak memiliki moral akan begitu tersinggung dengan mural tersebut. Yah, kalo gak punya moral ya hapus mural saja. Simple.