SAMIN-NEWS.com, PATI – Untuk kali kedua grup Ketoprak Laras Budoyo Pati harus tampil dalam pementasan minimalis sebagai rangkaian memenuhi ”syarat” di Situs Genuk Kemiri, di Desa Sarirejo, Kecamatan Pati. Dengan pementasan dengan jumlah pemain dan juga penabuh gamelan yang semua terbatas tersebut, minimal bisa sedikit menghibur bagi penonton yang kebetulan melihat dan mengetahuinya.
Pementasan pertama, bertepatan dengan peringatan Hari Jadi Ke-698, tanggal 7 Agustus 2021 lalu di Pendapa Kemiri. Hal tersebut diselenggarakan pihak Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati, da pentas kedua Kamis hari ini di tempat sama juga sebagai syarat tradisi ”Sura-nan” di lokasi situs tersebut.
Akan tetapi, papar salah seorang warga setempat, Imam Slamet, untuk pementasan grup ketoprak yang bersangkutan kali kedua, biasanya berlangsung pada malam hari, Sedangkan siang harinya, tiap 10 Sura pada pagi hari hingga siang adalah pertunjukan wayang kulit, dan sebagai penyelenggaranya adalah pihak desa.
Hanya saja, dalam masa pandemi seperti sekarang ini untuk pementasan wayang kulit dijatuhkan pada malam hari. ”Pertimbanganya, untuk ketoprak dengan durasi pementasan dua jam cukup bisa mementasan salah satu episode cerita dengan durasi panjang,” ujarnya.
Dengan durasi dua jam, lanjut Imam Slamet, ternyata cerita bersambung soal Kopo-Kentiri tersebut bisa sampai pada lahirnya putra pertama Sunan Muria-Roroyono setelah putri pertama Sunan Ngerang harus menjalani ”Pati Obong.” Sebab, suaminya tidakpercaya selama berbulan-bulan dibawa kabur Kentiri atas suruhan Kopo, perempuan itu masih suci.
Sebagai bukti kesuciannya, bahwa selama dalam cengkeraman Kopo tidak pernah dijamah oleh bekas maling tersebut, maka dipilih pati obong dalam kondisi hamil pertama. Singkat cerita, berikutya lahirlah seorang bocah laki-laki yang diberinama Sukmoyoo, dan pada episode cerita pertama, semisal ketoprak sudah boleh main semalam suntuk, kelak dari pasangan Sunan Muria-Roroyono akan lahir pula putra kedua juga laki-laki diberi nama Kembang Joyo.
Sebab, dalam episode cerita Ngerang atau Kopo-Kentiri yang sempat meraih kedudukan sebagai Adipati Buntar, karena keberhasilannya menumpas pemberontakan Adipati Pathak Warak Mondoliko dengan mendapat hadiah bumi ”Sigar Semangka” kemudian memilih sebagai penguasa Adipati di bumi Buntar itu, ketimbang memilih hadiah dinikahkan dengan Roroyono.
Di sisi lain, saat sudah menjadi Adipati, masih kurang lengkap belum mempunyai seorang istri, maka Kopo meyuruh adiknya, Kentiri untuk menculik Roro Royono. Dalam waktu bersamaan di Ngerang kedatangan Adipati Tunjungpuro, Cokrojoyo yang melamar putri bungsu Ngerang Roro Pujiwat untuk putranya Ronggojoyo, di mana cerita tersebut juga memunculkan konflik tersendiri,” imbuhnya.