MUNCULNYA bangunan rumah mewah (bukan) karena ”mepet sawah”, selain ada yang masuk di lingkungan kompleks pelacuran ”Lorong Indah” (LI) beberapa di antaranya ada juga yang berada di luarnya. Akan tetapi yang disebut terakhir tersebut, hanya berbatas pagar saja sehingga akhirnya hal itu memunculkan pula tawaran pemasangan pengggunaan jaringan daya penerangan listrik pula.
Padahal seumur-umur atau sejak munculnya kompleks pelacuran terbesar di Pati, yaitu di awal-awal Tahun 1999 para pemilik usaha maupun para penghuninya tidak pernah berpikir menggunakan jaringan penerangan berbayar itu dari pihak penyedia barang. Akan tetapi, cukup menggunakan mesin disel penghasil daya listrik berbahan bakar solar secara iuran, ternyata bisa berlangsung bertahun-tahun hingga sekarang tamat riwayatnya.
Pertimbangannya, barangkali para pemilik usaha warung remang-remang tak bisa membayar tarif harga pemasangan jaringan daya penerangan listrik baru. Sebab, untuk memasang jaringan tersebut tentu harus terkena beban membayar tiang atau pal-nya yang harus dipasang dari titik awal hingga sampai masuk ke sambungan rumah, tentu membutuhkan biaya cukup besar, belum lagi pengadaan travo yang mengatur penyaluran daya tersebut.
Dari tiang atau pal lengkap dengan jaringannya saja, jika dibuat rata-rata satu titik tentu biayanya lebih dari Rp 10 juta. Dengan demikian, maka berikutnya tentu tinggal menghitung berapa titik tiang itu harus dipasang, misalnya yang lazim jarak antara satu titik dan titik lannya adalah 50 meter, maka jumlah tiang yang harus dipasang tentu membutuhkan puluhan batang.
Sementara itu, jarak dari jaringan daya tersebut yang terpasang di pinggir jalan raya nasional Pati – Kudus dari ujung lorong sampai di lokasi bisa dipastikan tidak kurang dari 2.000 meter. Jika harga jual untuk tarif pemasangan baru per titik atau per 50 meter adalah Rp 10.000.000 total seluruhnya pasti sudah menghabiskan biaya cukup besar.
Akan tetapi, untuk mempendek tiang dan jaringan yang harus dipasang, maka disiasati pemasangannya bukan dimulai dari ujung lorong di sebelah kiri Pasar Hewan Margorejo, melainkan dari ujung masuk ke kompleks Kampung Baru (KB). Dari lokasi tersebut, jarak bisa diperpendek karena dari hitungan di lapangan hanya terdapat 10 tiang jaringan, atau sepanjang 500 meter.
Jarak tersebut terhitung dari ujung depan KB sampai di perempatan jalan di tengah sawah sampai pada titik penempatan travonya. Sedangkan dari lokasi tersebut ke selatan kemudian sampai ujung belok kiri dan sampai di lingkungan LI ke selatan sampai di lokasi bangunan mewah di luar LI seluruhnya terpasang 11 titik tiang yang semuanya serba baru.
Dengan kata, lain karena penyaluran daya untuk penerangan listrik tersebut memang dijual maka prinsip orang berjualan, di mana ada yang mampu membayar harganya barang tentu dilepas. Jika sudah akhirnya barang tersebut tidak dipakai, tentu bisa kembali dimiliki karena barang tersebut tidaklah dijual lepas atau sama dengan sewa pakai.
Hanya karena pembeli yang akhirnya jadi pelanggan, tapi tidak bisa menggunakan daya penerangan itu secara maksimal, maka sudah barang tentu sewa pakainya tidak maksimal. Akan tetapi, material tiang jaringan tersebut adalah tetap miliknya, sehingga tidak ada istilah rugi, dan jumlah seluruhnya untuk tiang jaringan dari depan KB sampai rumah mewah di selatan komplek LI adalah 21 batang ditambah 10 batang sehingga jumlahnya 31 batang.
Karena itu, dari total jumlah tiang jaringan sebanyak itu jika dikalikan jarak per tiang adalah 50 meter maka seluruhnya akan ketemu panjang jarak 1.550 meter. Bagi pihak penjual, adalah sah-sah saja tapi dari sisi permasalahan sosial, seolah-olah kompleks LI sepertinya sudah ada pengesahan untuk legal formalnya, karena sudah terpasang tiang jaringan daya penerangan listrik.
Akan tetapi, bagi Ketua RT di LI, Mastur tidak beranggapan demikian karena sampai sejak dua bulan hingga sekarang ditutup, pihaknya dan warga lain belum ada yang menggunakan daya penerangan listrik tersebut, kecuali yang berada di lorong baru. Yakni, lorong yang menjadi lokasi bangunan mewah yang jumlahnya untuk sementara jika tidak salah ada 6 bangunan.
Sebab, sampai sekarang pihaknya masih tetap meggunakan daya listrik untuk penerangan dengan menggunakan genset. Sudah dua bulan tutup selain masa pandemi, dan sekarang ditutup resmi memang benar tak mampu beli bahan bakar solar, akibat tak mampu bayar iuran, ya dimatikan saja, apalagi dalam dua bulan ini menghabiskan Rp 25 juta,” ujarnya.