Menguak Kuburan Tua di Pencikan Bumirejo Juwana

SEBELUMNYA pernah ada yang menyebutkan bahwa sebuah petak lokasi berpagar kayu yang mulai usang, di Dukuh Pencikan, Desa Bumirejo, Kecamatan Juwana ini sebagai makam. Bahkan itu disebut-sebut pula sebagai makam paling tidak seorang penggede dari Mataram yang meninggal di Juwana, dan dimakamkan di lokasi tersebut.

Bahkan, keberadaan penggede Mataram di Juwana diperkirakan kedatangannya berkait dengan penyerbuan Mataram ke Kadipaten Pati pada masa pemerintahan Adipati Pragola II Tahun 1627. Dalam penyerbuan yang dipimpin langsung Sultan Agung Hanyakrokusumo itu menyerang dan mengepung Pati dari arah selatan.

Sementara itu, para prajurit dipimpin langsung Tumenggung Bahu Rekso mengepung Pati dari arah timur, tapi berkait dengan adanya kuburan tua di Pencikan untuk  latar belakang dan daya dukungnya, bahwa itu adalah satu di antara sejumlah senopati perang Mataram, selain Tumenggung Bahurokso juga masih patut dipertanyakan. Dengan demikian, perlu dicari beberapa kemungkinan lain yang bisa memperkuat dugaan tersebut, karena berbagai kemungkinan itu masih terbuka lebar.

Salah satu kemungkinan lainnya, memang benar bahwa itu makam penggede Mataram tapi peristiwanya berbeda dengan saat Mataram menyerbu Pati, karena Adipati Pati dianggap membangkang terhadap pemerintahan Sultan Agung. Demikian, peristiwa bisa pula terjadi pada masa ”Geger Pacinan” (1740-1743), yaitu pecahnya perang persekutuan antara kalangan Tionghoa dengan Jawa untuk melawan  VOC.

Dalam geger perang semesta melawan kolonial ini, untuk Tionghoa dipimpin oleh Tan Sin Ko alias Sinseh dari Jawa Tengah. Sedangkan Jawa Timur dipimpin oleh Mas Garendi yang juga dikenal sebagai Sunan Kuning dan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa yang sempat berhasil menguasai Keraton Kartosuro, dan perang yang berkecamuk selama tiga tahun tersebut pada awalnya terjadi di seputan Batavia, yaitu di daerah Gandaria.

Akan tetapi akhirnya meluas ke sepanjang pesisir utara dan pedalaman Jawa, sehingga sampai ujung timur di wilayah Pasuruan, Jawa Timur (Jatim). Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan pasukan perang dari Kartosuro atau pasukan perang Mas Garendi dan Raden Mas bersama para pasukan Tionghoa pun menyerbu benteng-benteng pertahan VOC yang ada di mana-mana, sehingga Juwana yang merupakan daerah pelabuhan juga menjadi ajang perang besar tersebut.

Karena itu, jika dari pasukan gabungan  itu ada panglima perangnya yang meninggal sudah berang tentu tak bisa dihindari, sehingga dalam Geger Pecinan itu pun dicatat sebagai persekutuan antara entis Jawa dengan Tionghoa yang barangkali sudah terlalu lama diabaikan. Padahal, kala itu antara mayoritas dan minoritas tersebut menyatu untuk melawan VOC.

Mengingat hal tersebut, maka jika di Juwana masih bisa ditemukan jejak adanya kuburan kuno yang ditengarai sebagai penggede mataram, maka untuk menguaknya agar semakin gamblang untuk pembuktiannya, tentu harus melibatkan para ahlinya. Paling tidak ada pihak yang berkompeten dari Balai Arkeologi (Balar) dilibatkan, sehingga sejarah selamanya tetap sebagai sejarah dengan warna aslinya ”hitam putih.”

Previous post Polda Kalbar Tetapkan 16 Tersangka Kasus Perusakan Masjid Ahmadiyah
Next post Keberhasilan PTM Terbatas MAN 1 Pati Bergantung Simulasi Sebelumnya

Tinggalkan Balasan

Social profiles