SAMPAI hari ini, Rabu (15 September) 2021 adalah terhitung hari ke tujuh beredarnya surat yang dikirim Kepala Satpol PP Kabupaten Pati, Sugiyono AP MSi. Akan tetapi, dari kawasan kompleks pelacuran Lorong Indah (LI) di Desa/Kecamatan Margorejo yang secara resmi sudah ditutup, belum memunculkan tanda-tanda penghuninya akan memenuhi perintah tersebut, sehingga besar kemungkinan sampai batas diberlakukannya waktu terakhir, Selasa (21 September) mendatang, tak ada yang bersedia melaksanakan.
Dengan demikian, para penghuni/pemilik usaha yang sudah ditutup itu akan mengeluarkan barang-barang dari rumahnya, Sedangkan yang jadi pembenaran sikap sepihak tersebut tak lain, bahwa barang-barang itu ditempatkan di dalam rumah milik sendiri, dan rumah tersebut memang bukan rumah objek sengketa, sehingga mereka tetap akan mengikuti petunjuk kuasa hukumnya dari Perlindungan Bantuan Hukum dan Hak Hasasi Manusia Indonesia Wilayah Jawa Tengah.
Sebab, semua penghuni kompleks LI menandatangani penguasaan permasalahan yang mereka hadapi kepada kuasa hukum yang bersangkutan, sehingga semua permasalahan sekarang adalah menjadi hak kuasa hukumnya. Hal tersebut, tentu termasuk mengabaikan isi surat yang dikirimkan Kepala Satpol PP Kabupaten Pati, tertanggal 9 September, maka hal itu tentu ditunggu bagaimana reaksi pihak yang berkompten di Pati.
Jika dicerna secara mendasar bahwa perintah untuk mengosongkan barang-barang seisi rumah, ternyata dari kalangan mereka sama sekali tidak ada rencana melakukan hal itu. Lagi pula, selama ini rumah yang ditinggali dan untuk membuka usaha itu adalah rumah milik pribadi yang pembangunannya juga dibiayai tidak hanya satu atau dua juta rupiah, melainkan berpuluh-puluh juta rupiah.
Mengingat sekarang usahanya sudah ditutup, tapi langkah berikutnya pihak yang berkompeten juga memerintahkan agar lahan tempat pendirian rumah itu harus dikembalikan seperti semula. Itu artinya adalah, bahwa rumah miliknya ini harus dibongkar sendiri, karena dianggap berdiri di atas lahan yang tidak sesuai peruntukannya.
Sedangkan dasar dan alasan utama, bangunan rumah miliknya tidak mempunyai izin usaha mendirikan bangunan (IMB), tapi tiap tahun sejak tanah untuk rumahnya sudah resmi bersertifikat hak milik, mereka selalu membayar pajak bumi dan bangunan (PBB). Karena itu, babak baru dalam langkah mengikis habis tempat-tempat untuk praktik pelacuran, tentu ada perintah-perintah resmi yang akan dibaikan pemiliknya.
Sebab, perintah untuk mengosongkan barang-barang dari dalam rumah miliknya jelas-jelas tak akan dilakukan, hal lain yang akan disikapi sama adalah perintah untuk mengembalikan lahan tempat berdirinya rumah mereka, agar dikembalikan seperti semula juga pasti diabaikan. Dengan kata lain, langkah penyelesaian paling tepat tentu tidak ada cara yang lebih terhormat, yaitu menempuh jalur hukum.
Tianggal siapa yang akan memulai, pihak yang berkompeten di Kabupaten Pati atau para penghuni kompleks Lorong Indah sebagai pihak yang harus mematuhi perintah. Sebab, sebagai pemilik bangunan rumah ternyata tidak mempunyai IMB, sebagai tempat usaha pelacuran tentu pasti tidak akan mempunyai izin usaha.
Lebih memprihatinkan lagi, lahan yang selama ini ditempati untuk membuka usaha juga dinyatakan tidak sesuai peruntukannya. Yakni, sebagai lokasi kawasan pertanian berkelanjutan yang sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pati, maka para penghuni kompleks LI ini juga dinyatakan melanngar perda tentunya.
Akan tetapi yang lebih menarik dalam hal ini, adalah pihak siapa yang akan terlebih dahulu mengajukan atau menempuh proses hukum atas kepentingan masing-masing. Dengan demikian, babak atau episode berikutnya tentu akan diikuti dan ditonton oleh siapa saja, sekalian sebagai studi kasus atas permasalahan jika diibaratkan adalah sama dengan pepatah lama adalah sama saja ”mentimun musuh durian.”