SAMIN-NEWS.com, SUDAH penulis prediksi saat melihat hamparan salah satu tumbuhan air jenis teratai ( Nymphaea) atau (Ing – Water Lily). Yakni, pasti sudah ada pemerhati yang tertarik perhatiannya terhadap tumbuhan air berbiji dari berbagai maraga (genus) ini, untuk membuat catatan-catan khusus, tentunya yang ternyata memang benar.
Pembuat catatan tersebut, justru seorang seniwati asal Pati sendiri yang sudah lebih dari dua tahun sebagai penggiat tumbuhan Gunung Muria. Salah satunya adalah mencatat penelusurannya setiap selesai berlangsung banjir atau saat menjelang datangnya musim kering berkait dengan disebutnya, bahwa Selat Muria itu pernah ada.
Dari indikator salah satu tumbuhan air yang masih bisa dilihat hingga sekarang, papar yang bersangkutan, Ratna Dwi Nugraheni atau yang juga dikenal sebagai Ratna Bathok, adalah teratai dari marga ”Nymphaeaceae”. Hal tersebut bisa dijumpai di kawasan hilir, menyebar dari kawasan timur Lereng Muria, baik di pertambakan mulai dari Tayu hingga Juwana ke selatan di kali atau di bekas rawa-rawa di wilayah Kecamatan Kayen dan Sukolilo.
Dengan demikian, hal tersebut juga mengindikasikan pada masanya bahwa rawa-rawa itu pernah ada di bagian timur dan selatan Gunung Muria. ”Akan tetapi terlepas dari hal itu, kami hanya membuat catatan-catatan kecil sebagai seniman, dan catatan ini bukanlah sebuah hasil penelitian ilmuwan,”ujarnya.
Untuk tumbuhan air dari marga/suku ”Nymphaeaceae,” lanjutnya, tumbuh di alur kali, tambak dan rawa di Kabupaten Pati. Akan tetapi yang berhasil dicatatnya, hanya ada tiga genus, di antaranya adalah yang tumbuh dan muncul di bekas rawa-rawa Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo, sebenarnya bukanlah spesies baru.
Sebab, tumbuhan air tersebut adalah marga ”Nuphar Lutea” (teratai mini) dengan lebar daun hanya sejengkal tangan, berbentuk seperti tapak kuda, bunganya kecil putih bermahkota lebih kecil dibanding kelopak bunga. Bunga tersebut muncul di pangkal daun dan mengambang di permukaan air, dan perkembangbiakannya sangat mudah melalui cara stek daun.
Jadi, tambahnya, daun yang terpotong otomatis akan tumbuh tunas, akar dan bunga sekaligus. Untuk jenis ini bisa dijumpai hampir di semua kali dan rawa di Kabupaten Pati, utamanya di kawasan hilir mulai dari Dukuhseti, Tayu, Juwana, Batangan serta ke selatan di wilayah Kecamatan Kayen, dan Kecamatan Sukolilo.
Sedangkan yang satunya, adalah memang teratai (Nymphaea), yaitu dengan bentuk bunganya sedang, muncul berupa tangkai dari pangkal batang dan mengambang di permukaan air. Berwarna putih dan pink dengan kelopak daun seperti juga tapak kuda yang lebarnya maksimal dua jengkal tangan, serta bermahkota lebih besar dari kelopak bunganya.
Berkembangnya lewat rimpang dan biji yang terbawa air, maka jenis ini bisa dijumpai di pertambakan Juwana, di wilayah Kecamatan Kayen dan juga Sukolilo. Berikutnya, atau yang ketiga adalah ”Nelumba” (Lotus) atau yang lazim disebut oleh warga di sekitar lokasi bekas rawa-rawa, di wilayah Kecamatan Sukolilo, seperti Prawoto, Wotan, Baturejo, Gadudero dan Kasiyan sebagi ”Lodor.”
Untuk marga Lotus ini bunganya berwarna pink besar tapi juga ada yang putih menyembul keluar di atas permukaan air, bukan mengambang seperti teratai pada umumnya, dan tangkai bunga bisa mencapai panjang/tinggi 1 meter dengan kelopak bunga berdiameter hingga 25 cm. Perkembangbiakannya dengan rimpang anakan dan biji, serta yang unik rimpang dan pupus bunga teratai ini bisa dikonsumsi, dan Lotus ini memang bisa dijumpai di Pati selatan.
Simpulannya, tumbuhan air jenis teratai ini memang mudah datang dan mudah hilang terbawa air banjir yang mengalir. Apalagi, teratai mini banyak terdapat di alur kali dan pertumbuhannya juga sangat mudah seperti eceng gondok, karena dari daun yang patah saja mampu secara cepat tumbuh akar daun dan bunga sekaligus.
Akan tetapi bunga teratai mini ini hanya mekar selama satu hari, sehingga berbeda dengan teratai besar seperti Lotis yang mekar bisa mencapai selama satu minggu. ”Dengan demikian, bukan tidak mungkin di kemudian hari akan menjadi gulma seperti eceng gondok,”imbuh Ratna ”Bathok.”