SAMIN-NEWS.com, SATU di antara puluhan orang pemilik bangunan di Kompleks Lorong Indah (LI) Dukuh Bibis, Desa/Kecamatan Margorejo, sejak dibongkar paksa Kamis (3/Februari) 2022 lalu, barangkali salah satu orang yang baru menengok bangunan miliknya di kompelks tersebut, adalah Lusi. Warga Kota Magelang sekitar pukul 12.00 siang hari, Minggu (6/Februari) 2022 tadi, memang baru sempat mendatangi bekas lokasi tempat usahanya bersama putra lelakinya.
Akan tetapi, kedatangannya kembali ke Pati, sebenarnya sudah Sabtu (5/Februari) malam (tadi malam), tapi bermalam dahulu di salah satu tempat di kawasan Jalur Lingkar Selatan (JLS) Pati. Sehingga yang bersangkutan bersama anak muda yang menangani, dan minta namanya disebut ”Conge” itu menyempatkan diri di siang hari.
Kendati kondisi bangunan miliknya yang sudah rata tanah, tapi ”orang-orang tangguh” tersebut memang enggan untuk menjatuhkan titik air matanya. Hanya saja, keduanya masih ingat di mana letak tepat bangunan miliknya itu, karena sejak ditutup beberapa bulan lalu memang tak pernah lagi ditengok, sehingga barang-barang miliknya yang masih berada di dalam selain tempat tidur juga ada meja dan kursi.
Hanya yang menjadi pertanyaan dalam hati, dan tidak semestinya disesali berkepanjangan bahwa bangunan miliknya, saat dirobohkan statusnya adalah berdiri di atas tanah hak milik. ”Dengan demikian, bangunan kami berdiri di atas lahan bersertifikat, lokasi tepatnya masuk dalam deretan banguan di Lorong 2 kompleks tersebut,”ujarnya.
Sedangkan asal-usul kepemilikan bangunan di Kompleks LI tersebut sebenarnya sudah sekitar dua tahun lalu, karena menolong teman yang tempat usahanya agar dibeli. Saat itu kondisi bangunan memang sudah tidak layak, sehingga kepada pemilik tangan pertama bisa disebut dia hanya membeli petak lahannya, dua tahun lalu atau kala itu dia harus merogoh kocek sebesar Rp 7 juta.
Akan tetapi, dia harus merenovasi total bangunan tersebut sehingga banyak biaya yang dikeluarkan untuk biaya tersebut. Karena waktu itu lahan yang untuk lokasi bangunan sudah bersertifikat, maka upaya merenovasi bangunan pun dilakukan dengan menyediakan fasilitas empat kamar yang bisa dimaksimalkan selama dua tahun.
Kemudian sampai akhirnya LI harus ditutup, tentu semua mematahui meskipun akhirnya seluruh bangunan harus dibongkar. Jika sudah dalam kondisi demikian, pembelaan apa lagi yang akan dilakukan, tentunya sudah tidak ada lagi yang bisa diperbuat, dan upaya untuk membersihkan puing juga belum bisa dilakukan.
Sebab, untuk melakukan hal tersebut tentu harus mengerahkan ke pekerja, dan sudah barang tentu membutuhkan biaya. ”Kami kira yang saat ini tidak membersihkan reruntuhan bangunan, tentu bukan hanya kami saja, tapi masih banyak pemilik bangunan lainnya, karena faktor ketidakadaan biaya,”imbuhnya.