SAMIN-NEWS.com, PATI – Kecintaannya di bidang pertanian selama ini tentu tak diragukan lagi, utamanya dalam hal bercocok tanam padi. Sehingga peluang apa pun selalu dimanfaatkan untuk mencari terobosan, agar tidak terjebak dalam rutinitas bercocok tanam secara konvensional, sehingga kalau hanya karena kekurangan air hanya bisa diam, tanpa ada upaya untuk memanfaatkan sumber daya air di lingkungannya yang terbuang percuma.
Salah satu contoh, adalah keberanian yang bersangkutan sejak beberapa tahun lalu yang berani memanfaatkan air limbah tapioka yang dikenal dengan lindur, dan dianggap beracun yang bisa membunuh tanam padi. Akan tetapi, melalui kreativitasnya untuk mencoba dan mencoba, akhirnya setiap musim kemarau ia pun tetap bisa mencoba menanam padi dengan dukungan air limbah.
Di sisi lain, para petani di lingkungan areal persawahannya di Desa Sidomukti dan sekitarnya, setelah ikut mencoba memanfaatkan kemasan limbah tapioka pun akhirnya ikut serta. Bahkan tidak hanya di kawasan areal persawahan di desanya, tapi juga di desa tetangga, seperti Desa Pangkalan dan juga Desa Pohijo, kecamatan yang sama hingga sekarang.
Ditanya berkait dengan kegiatan bercocok tanam padi sistem lainnya, Harnoto membenarkan, bahwa sejak Musim Tanam (MT) II atau sejak April Tahun 2021, kala itu ia melakukan budidaya tanam padi konversi organik. ”Karena produksi dan nilai jualnya cukup menjanjikan dibanding produksi tanaman padi konvensional, hal itu kami lanjutkan pada MT III tahun yang sama (2021),”ujarnya.
Berkait hal tersebut, lanjutnya, untuk budidaya ini pihaknya menyediakan lahan seluas satu hektare, sehinggan dengan lahan seluas itu maka bibit yang harus disediakan sebanyak 55 kilogram. Sedangkan pupuknya selain pupuk pupuk padat juga pupuk organik cair plus pestisida nabati.
Sedangkan untuk pengairan selain memanfaatkan sumber alam juga bekerja sama dengan Gapoktan Usaha Jaya Desa Tambahmulyo, Kecamatan Gabus. Selain itu juga dengan PPL, sehingga tahapan-tahapan dimulai sistem tanam padi konversi itu benar-benar diperhitungkan, karena tahapan budidaya dimulai tebar benih dilakukan mulai tanggal 9 September 2021 sudah harus menggunakan pupuk nonkimia, dan juga nonpestisida sampai juga saat harus pindah tanam, tanggal 28 Desember 2021.
Untuk penggunaan pupuk padat, sebanyak 2.309 kilogram, asam humit (4 liter), pupuk organik cair (18 liter) dan pestisida nabati (6 liter). Aplikasi pupuk padatnya adalah waktu olah tanah/pra tanam, pada H-1 aplikasi asam humitnya.
Pada saat benih usia 18 hari baru dilakukan pindah tanam dengan harapan, tanam bibit pada usia muda anakan bisa banyak sehingga jarak tanam ubin adalah 22 X 22 cm. Selanjutnya, tiap minggu aplikasi POC dan Pesnab seminggu sekali untuk perawatan dan penanggulangan hama, dan tiap kali aplikasi POC-nya cukup 3 liter dicampur pesnab 3 liter sampai panen.
Karena keterbatasan/kelangkaan pupuk sangat masif saat seperti sekarang ini, maka petani padi harus mau mengubah pola pikir. ”Yakni, jika selama ini sudah terjebak dalam sitem pertanian konvensional harus berani beralih ke pertanian organik, apalagi jika harga beras merah hasil produksinya per kilogram mampu mencapai Rp 9.000 s/d 10.000 per kilogram,”imbuhnya.