SAMIN-NEWS.com, MENGINGAT hasil simulai uji coba rekayasa lalulintas jika Jembatan Juwana I atau Juwana lama dibongkar untuk dibangun, bersumber dari banyaknya kendaraan keluar-masuk jalan pertolongan di Desa Bumirejo, Kecamatan Juwana, maka perlu dirembuk jalan pemecahannya. Langkah berikutnya, adalah warga desa setempat juga di Tluwah hingga Jepuro, sudah barang tentu harus rela jika sementara atau selama jembatan dibangun tidak melintas di jalan pertolongan lagi.
Kendati hal tersebut sudah menjadi kebiasaan selama ini, tapi paling tidak tumbuh dan munculkomitmen untuk mendukung penyelesaian fasilitas umum yang memang menyangkut hajat hidup orang banyak. Apalagi, jika hal tersebut tak lain adalah pembangunan Jembatan Juwana lama yang memang dari sisi usia, sudah terlalu tua sehingga harus dibangun baru.
Jika hal tersebut sampai gagal, hanya karena tidak ada alternatif untuk pengalihan arus lalulintas dari barat, rasanya hal itu patut dan amat sangat untuk disayangkan, karena jika pengalihan arus lalulintas dipaksakan pasti akan kemacetan yang berkepanjangan. Karena itu, upaya rekayasa lalulintas yang dilakukan adalah mengurangi terjadinya kemacetan tersebut, dan salah satu hal yang terpaksa harus dilakukan, baik suka maupun tidak adalah menutup total jalan pertolongan.
Dengan demikian, di lokasi tersebut harus ditempatkan atau didirikan pos penjagaan yang konsekuensinya menjadi tanggungjawab pihak rekanan yang melaksanakan pekerjaan tersebut. Sebab, konsekuensinya, pos jaga itu akan berlangsung selama 24 jam sampai berakhirnya pelaksanaan pekerjaan pembangunan jembatan yang menghubungkan ruas jalan nasional Semarang-Surabaya.
Dampak dari rekayasa lalulintas seperti itu, warga maupun pengguna jalan yang melintas di jalan pertolongan, baik dari utara (Juwana) maupun dari selatan, termasuk dari wilayah Kecamatan Jakenan, tentu akan melontarkan protes keras. Akan tetapi, yang dari selatan hendak menuju ke utara mulai dari pertigaan Klenteng di Jepura, harus dialihkan ke kanan sampai di perempatan Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Perhutani KPH Pati, di pinggir jalan raya Juwana-Jakenan.
Jika pengguna jalan yang bersangkutan hendak ke Juwana, mereka dari perempatan tersebut ke utara dan bila sampai di pertigaan Ngebruk, di jalur pantura belok kiri. Demikian pula sebaliknya, bagi yang dari Juwana hendak menuju ke Bumirejo, Tluwah maupun ke Jepuro, serta ke wilayah barat Kecamatan Jakenan, lurus ke timur dan sampai pertigaan Ngebruk ke selatan atau Juwana-Jakenan, tapi setelah perempatan TPK belok kanan (barat) menuju ke arah klenteng.
Sedangkan bagi warga Bumirejo mupun Tluwah, masih ada alternatif lain jika hendak ke Juwana tapi tidak lewat jalan pertolongan, sehingga harus masuk ke jalan desa yang melintas di depan SMK Diponegoro Juwana. Jika terus ke timur tentu akan kembali bertemu ruas jalan Juwana-Jakenan, tapi jauh di utara perempatan lampu merah TPK, kemudian belok kiri menuju Juwana lewat pertigaan Ngebruk.
Hanya saja, jarak tempuh itu sedikit lebih jauh bila dibanding apa yang mereka lakukan selama ini, karena dari jalan pertolongan mereka bisa sampai di ujung, kemudian masuk ke ruas jalan nasional, tinggal hendak ke mana. Jika hendak ke Juwana tinggal belok kiri (barat), dan bila hendak ke arah Batangan (timur) harus belok kanan, dan hal itulah yang menjadi sumber terjadinya kemacetan karena mereka harus memotong jalan, sehingga harus menghentikan arus lalu lintas dari barat dan timur.(bersambung).