Jalan Terjal Menuju Pemilu 2024, Oleh : Pudjo Rahayu Risan

SAMIN-NEWS.com, Jalan terjal menuju Pemilu 2024, semakin terjal ketika Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda penyelenggaraan Pemilu 2024. Kerikil tajam sudah muncul ketika ada wacana masa jabatan Presiden Joko dimungkinkan menjadi tiga periode.

Untung saja wacana presiden dengan masa jabatan tiga periode tidak semakin berkembang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sikap Jokowi sebagai presiden yang menjadi obyek, adalah orang yang dimungkinkan menerima kebijakan dalam wacana tersebut.

Bahkan secara terang benderang Jokowi mengeluarkan pernyataan, dengan narasi tegas ia mengatakan tidak setuju usulan perpanjangan masa jabatan presiden. Dia bahkan curiga ada pihak yang ingin menjerumuskannya dengan mengusulkan wacana tersebut. “Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, 2 Desember 2019.

Banyak pihak yang menentang jabatan presiden tiga periode. Politikus PDIP Masinton Pasaribu menegaskan partainya menolak wacana jabatan presiden tiga periode atau perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun penundaan Pemilu 2024.

“Yang jelas tiga periode, (PDIP) jelas menolak,” kata Masinton dalam acara Political Show CNN Indonesia TV di M Bloc Space, Jakarta Selatan, Rabu (14/12).

Penolakan dari PDIP, dipertegas oleh Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri yang memastikan menolak presiden tiga periode. Dia memastikan PDIP patuh terhadap aturan yang berlaku di Tanah Air yaitu mewajibkan presiden maksimal menjabat dua periode atau 10 tahun. Sementara wacana tiga periode jabatan presiden berhenti dengan sendirinya.

Jalan terjal Pemilu 2024 kembali muncul manakala terjadi perdebatan antara sistem proporsional tertutup dengan proporsional terbuka. Walaupun sudah diklarikasi serta sampai ke sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sempat menghangat antara yang yang pro dan kontra sistem proporsional tertutup dan terbuka.

Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menegaskan pernyataan mengenai sistem pemilu yang sempat dia sampaikan adalah bagian dari menjalankan tugas, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang tentang Pemilu, yakni memberikan informasi kepada publik mengenai perkembangan penyelenggaraan pemilu. “Perlu kembali teradu tegaskan dan jelaskan bahwa pada pernyataan yang teradu sampaikan terkait dengan sistem pemilu, sebagaimana dalil aduan a quo dilakukan semata-mata untuk menjalankan tugas yang diamanatkan UU (Nomor 7 Tahun 2017 tentang) Pemilu, yaitu menyampaikan informasi berkaitan dengan perkembangan penyelenggaraan pemilu,” ujar Hasyim saat memberikan keterangan sebagai pihak teradu dalam persidangan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP RI, Jakarta, Senin, 27 Februari 2023.

Hasyim pun menegaskan pernyataan yang dia sampaikan mengenai sistem pemilu dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12/2022) itu bukan menunjukkan bahwa dia mendukung atau sependapat dengan penerapan salah satu sistem pemilu di antara sistem proporsional terbuka atau tertutup.

Delapan Partai Politik (Parpol) yang ada diparlemen secara bulat menghendaki untuk Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka.

Sedangkan PDIP sebagai Parpol satu-satunya yang ada diparlemen menghendaki mengunakan proporsional tertutup. Sudah barang tentu argumentasi yang menjadi landasan bagi kedua belah pihak masuk akal baik yang setuju proporsional tertutup maupun terbuka. Hal ini dikarenakan masing-masing pihak lebih penonjolkan sisi positif dan menenggelamkan sisi negatifnya. Kita paham betul bahwa kedua sistem tersebut memiliki sisi posptif dan negatif.

Sistem pemilu proporsional tertutup adalah sistem pemilihan umum yang hanya memungkinkan masyarakat memilih partai politiknya saja, bukan calon wakil rakyat secara langsung. Saat pemilu dengan sistem ini, pemilih hanya mencoblos tanda gambar atau lambang partai dalam surat suara karena tidak tersedia daftar kandidat wakil rakyat di surat suara. Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan salah satu jenis sistem pemilu proporsional. Pada sistem pemilu proporsional tertutup, kursi wakil rakyat akan diberikan pada para calon berdasarkan nomor urut.

Berbeda dengan sistem pemilu proporsional tertutup, sistem pemilu proporsional terbuka adalah sistem pemilu dengan pemilih dapat mencoblos nama atau foto kandidat langsung yang dicantumkan di surat suara. Pada sistem pemilu proporsional terbuka, partai politik menyediakan daftar kandidat wakil rakyat untuk dimasukkan ke surat suara. Kandidat yang meraih suara terbanyak lalu terpilih sebagai wakil rakyat, tidak mempermasalahkan yang bersangkutan merupakan kader yang berproses di partainya bahkan kualitas sebagai anggota parlemen menjadi tidak diperlukan, yang menjadi indikator adalah memperpoleh suara terbanyak.

Puncak dari terjalnya Pemilu 2024 setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk menunda penyelenggaraan Pemilu 2024. Perintah itu muncul setelah majelis hakim mengabulkan gugatan Partai Prima. Partai Prima melayangkan gugatan perdata ke KPU di PN Jakpus dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Partai Prima merasa dirugikan karena KPU tak meloloskan mereka dalam tahapan verifikasi administrasi calon peserta Pemilu 2024. Akibatnya, mereka meminta PN Jakpus menghukum KPU untuk tak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024.

Berikut tujuh poin amar putusan PN Jakpus:

  1. Menerima gugatan penggugat Partai Prima untuk seluruhnya.
  2. Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat.
  3. Menyatakan tergugat (KPU) telah melakukan perbuatan melawan hukum.
  4. Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada penggugat.
  5. Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun, 4 bulan, 7 hari.
  6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad).
  7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat sebesar Rp410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).

Dampak dari puitusan PN Jakarta Pusat, banyak para pihak termasuk KPU akan melakukan upaya banding atas putusan tersebut.

(Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si, Pengamat Kebijakan Publik dari Asosiasi Ilmu Politik Indonesia Semarang)

Previous post Bawaslu Demak Lakukan Pembinaan Untuk Aparatur Panwascam
Next post Apel Bersama, Polres dan Kodim 0716 Demak Siap Dukung Pemilu 2024

Tinggalkan Balasan

Social profiles