SAMIN-NEWS.com, PATI – Kapolresta Pati Kombes Pol Andhika Bayu Adhittama menegaskan tontonan cek sound yang sekarang menjadi fenomena baru tidak berguna. Dia menilai kegiatan semacam itu hanya buang-buang duit. Pasalnya membutuhkan antara Rp 30 – Rp 40 juta untuk mendatangkan sound horeg sekali tampil.
Andhika mencontohkan banyak tontonan cek sound horeg saat perayaan sedekah bumi. Padahal kegiatan sedekah bumi merupakan kegiatan kebudayaan masyarakat. Tetapi justru untuk kegiatan tak bermanfaat.
“Cek sound itu tidak ada gunanya menurut saya, jadi ketika bisinis sound yang punya sound yang di Jawa Timur, jadi mereka ini mengompori lah warga, oh desa ini mampu dengan bayar sekian sound dengan suara yang hebat, nah desa lainnya juga dikompori. Masak kalah dengan desa sana,” katanya saat menghadiri kegiatan stunting di Pendopo belum lama ini.
Andhika menilai budaya baru cek sound berdampak pada turunnya generasi bangsa. Hal tersebut ia katakan berdasarkan pada ilmu inteligen. Sebab menurutnya, horeg merupakan strategi bisnis untuk mencari untung sesaat.
“Dan itu kalau kita wawasannya luas, itu justru merusak mental generasi bangsa. Anak kita yang kecil-kecil dan muda-muda udah joget-joget di musik DJ itu, yang secara tidak langsung itu merusak litersi anak kita,” paparnya.
“Inikan tidak dirasakan secara langsung, tapi yang TK, SD, hingga SMP itu terbawa dan kepengen meniru hal semacam itu ke depannya,” sambung Andhika.
Lebih lanjut kata dia sekarang ini banyak anak-anak muda yang sudah tidak hafal dengan bunyi Pancasila, hingga UUD 1945. Di samping itu, cek sound akan berdampak pada masuknya minuman keras.
“Karena secara tidak langsung dengan terbawa musik DJ ini, maka nanti minum2an keras juga akan masuk, pil koplo masuk. Jadi harus dipikirkan betul dampaknya itu,” jelasnya.
Dia mengungkapkan secara ekonomi tidak ada untungnya. Lantaran pemilik sound adalah mayoritas orang Jawa Timur. Sehingga perputaran keuangannya justru bukan dinikmati di Kabupaten Pati, melainkan di luar daerah. Oleh karena itu, Andhika berharap para Kepala Desa agar mengkaji kembali jika warganya hendak menggelar tontonan sound horeg.
“Tapi kadang juga ada kepala desa yang mendukung, jadi katanya warganya yang minta, kalau nggak gini nggak hebat. Hebat itu kalau uang iurannya dipakai untuk membantu Warganya yang kesusahan,” ujarnya.
“Jadi kalau kedepan tolong dikaji ulang para kepala desa, para perangkat dan forkopimcam silahkan untuk menggelar sedakah bumi, tapi yang bagus yang budaya itu bagus, tapi budaya yang orang Indonesia asli, budaya orang Pati asli. Misalnya wayang,” tandasnya.